Selamat datang ke MRII Bern.

Kami senang atas kunjungan anda ke website kami. Kami berharap Saudara mendapatkan informasi yang diperlukan dan semoga artikel-artikel yang dimuat dapat menjadi berkat juga. Terlebih lagi, kami berharap bisa bersekutu bersama dengan Saudara di Kebaktian Minggu.


Ringkasan Khotbah

Khotbah Kebaktian Peresmian "Berbahagialah mereka..."
15 November 2009

Mengenai kebahagiaan, manusia bisa mempunyai pandangan yang sangat berbeda-beda. Ketika Sokrates berkata, "Remember, no human condition is ever permanent. Then you will not be overjoyed in good fortune nor too scornful in misfortune", ia sedang mengajarkan bahwa manusia harus belajar hidup dengan moderasi, tidak terlalu ini atau terlalu itu. Akan tetapi, moderasi mungkin bukanlah cara pandang yang terbaik akan keberuntungan atau kebahagiaan, melainkan penyangkalan diri, demikian setidaknya pandangan dari Epikurus dari Samos ketika ia mengatakan, "If thou wilt make a man happy, add not unto his riches but take away from his desires." Sebaliknya Leo Tolstoi berpendapat bahwa kebahagiaan bukan berkaitan dengan pembatasan kemauan, melainkan justru sebaliknya peneguhan kemauan, "Happiness does not consist that you can do what you want, but that you always want what you do." Atau haruskah seseorang selalu mulai dari diri sendiri, dari si "aku" ketika ia ingin menjadi berbahagia seperti yang dikatakan oleh Feuerbach, "Your first duty is to make yourself happy! If you are happy, you also make others happy." Hmm, seperti agak narcissistic ya? Mungkin kita mesti maklum juga, dia atheis soalnya. Bahwa kebahagiaan tidak hanya berkaitan dengan diri sendiri, melainkan terutama dengan orang lain, bukanlah suatu hal yang rahasia. Demikian misalnya dikatakan oleh theolog Bonhoeffer yang berjuang untuk keadilan semasa pemerintahan rezim Hitler, "There is hardly a more cheering feeling than to feel, that one can be something for other people." Namun seorang filsuf atheist yang lain yang bernama Camus agaknya punya pendapat yang lain ketika ia mengatakan, "To be happy, one must not deal with the neighbors too much." Pengalaman traumatis? Atau mungkin malah kebencian? Untuk mengakhiri koleksi kecil kutipan-kutipan tentang kebahagiaan ini, mungkin kita perlu mendengarkan apa yang dikatakan oleh pujangga besar Goethe, "If you want to live happily, hate nobody and and leave the future to God."

Nah, 'tiba-tiba' muncul kata Allah di sini. Apakah memang ada kaitan antara kebahagiaan dan Allah? Atau ini hanya merupakan pendapat orang-orang religius yang fanatik? Apa kebahagiaan itu? Dalam Sabda Bahagia (Mt. 5:2-10) Allah baru muncul pada ucapan bahagia yang keenam. Mengapa begitu 'lambat' ya? Sepertinya, Feuerbach ada benarnya ketika dia mengatakan bahwa untuk memikirkan kebahagiaan, kita harus mulai dari diri terlebih dahulu, maksudnya anthropologis, melalui pendekatan manusia. Kelihatannya kita memang dianjurkan untuk mulai dengan penghayatan kemiskinan manusia, "Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah". Apakah kita termasuk golongan manusia yang disebutkan di sini? Yaitu kelompok manusia yang memiliki pengenalan diri yang tepat di hadapan Allah, yang menyadari kebangkrutan dan kemalangannya? Allah menyebut kelompok manusia ini berbahagia. Sudah pada ucapan bahagia yang pertama kita langsung dikonfrontasi untuk melihat diri dengan jujur. Seluruh kegagalan kita, mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan, telah dinyatakan gagal di depan salib Kristus. Kita bukan hanya tidak mampu untuk melakukan apa yang dikatakan oleh Firman Allah, kita bahkan gagal untuk menjalankan kehidupan yang diangan-angankan oleh Goethe, yaitu bahwa manusia jangan membenci sesamanya. Kita seringkali membenci Allah. Kita tidak suka Dia hadir dan mengawasi segala kehidupan kita. Kita sepertinya lebih bebas hidup tanpa Dia. Sulit agaknya bagi kita mengakui kegagalan ini. Kita terlalu bangga dengan kelebihan-kelebihan kita sendiri, yang tidak jarang sebenarnya lebih merupakan ilusi daripada kenyataan. Namun, seorang Martin Luther tampaknya mengenal kesulitan ini ketika dia bergumul dalam "pengalaman menara"-nya. Bukan dengan prestasi kita, melainkan oleh kebaikan dan belas kasihan Tuhan kita diselamatkan. Sekarang yang sering menjadi persoalan, pengakuan kegagalan serta ketidak-mampuan diri bukan hanya perlu terjadi sekali seumur hidup kita, yaitu katakanlah saat di mana kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, melainkan, kita perlu melakukan pengakuan kekurangan dan kemiskinan ini berulang-ulang. Ya, sepanjang umur hidup kita. Jika kita telah memulai dengan kasih karunia, kita juga harus melanjutkannya dengan kasih karunia. Dari kasih karunia kepada kasih karunia. Ini memiliki arti yang sangat erat dengan dari iman kepada iman. Karena hanya melalui iman berarti mengakui ketidak-berdayaan kita dan mempercayakan seluruh hidup kita di bawah kasih karunia Allah saja.

Mereka yang belajar mengakui kemiskinan rohaninya di hadapan Allah, sekaligus adalah mereka yang berdukacita. Kita berdukacita atas kemiskinan rohani kita. Dukacita rohani yang dimaksud di sini tidak ada hubungannya dengan perasaan mengasihani diri yang seringkali timbul dari hidup yang berpusat kepada diri sendiri, melainkan lebih berkaitan dengan suatu penyesalan dan kesedihan yang dalam atas apa yang sudah kita perbuat di hadapan Allah. Penghiburan tidak dijanjikan tanpa dukacita rohani ini. Seni dihibur sekaligus adalah seni berdukacita. Tidak ada sukacita yang dalam tanpa penyesalan yang dalam atas dosa-dosa dan kekurangan kita. Karena hanya penyesalan inilah yang menyatakan tepatnya pengenalan kita atas kemiskinan rohani di hadapan Allah.

Berikutnya, melalui penyesalan dan dukacita, hati kita menjadi lemah lembut. Air mata yang diteteskan di hadapan Allah bukanlah merupakan tanda kelemahan, melainkan tanda kekuatan. Air mata demikian dihitung oleh Allah dan membuat hati kita lemah lembut. Menarik bahwa di sini kata lemah-lembut dikaitkan dengan mewarisi bumi. Suatu pengertian eskatologis, seperti yang sudah dikatakan oleh Goethe, yaitu bahwa manusia harus menyerahkan masa depan kepada Allah. Tetapi, apa hanya masa depan? Bagaimana dengan masa kini? Dapatkah kita mewarisi bumi di sini dan sekarang? Saya percaya, kita boleh menerjemahkan dengan sedikit bebas ayat ini dengan "mereka akan sanggup untuk menikmati bumi", karena kepemilikan yang benar tentu melibatkan kuasa/kesanggupan untuk menikmati. Bukanlah suatu hal yang terjadi dengan sendirinya bahwa manusia pasti dapat menikmati apa yang dia miliki. Kesanggupan menikmati datang dari Tuhan dan merupakan anugerah Tuhan. Dalam Firman-Nya kita membaca tentang seorang kaya yang tidak diberikan kuasa/kemampuan oleh Allah untuk menikmati apa yang dipunyainya. Menurut Firman Tuhan, kenikmatan sudah tentu tidak selalu berkaitan dengan kekayaan. Sebaliknya, kenikmatan sangat bergantung dari kelemah-lembutan. Terjemahan yang lain menggunakan kata "berbahagialah mereka yang bersahabat (die Freundlichen) ." Ada nuansa yang lain dalam terjemahan ini yang coba untuk menangkap kekayaan dari bahasa aslinya. Yang dimaksud di sini dengan lemah-lembut bukan hanya sekedar penguasaan diri (misalnya sebagai lawan kata kemarahan), melainkan terutama melibatkan orang lain, aspek relasional.

Mereka yang lemah-lembut atau yang bersahabat juga adalah mereka yang lapar dan haus akan kebenaran-keadilan. Hanya orang-orang yang berhati lembut yang siap untuk memiliki selera rohani seperti itu. Kita hidup dalam dunia yang dipenuhi ketidak-adilan. Sebagai orang percaya, bagaimana kita harus bersikap? Ucapan bahagia yang keempat ini sangat penting, sehingga pengertian kita tentang kelemah-lembutan tidak disamakan dengan semacam sikap pasivisme yang salah. "Kelemah-lembutan ... tidak sabar menanggung, bahwa ... seseorang mendapat perlakuan kekerasan dan ketidak-adilan" (Gaechter). Sementara Reformator Zwingli memperingatkan kita bahwa kelemah-lembutan harus dibedakan dari kelunakan (Weichheit). Kelemah-lembutan yang sejati dan lapar serta haus akan kebenaran-keadilan tidak dapat dipisahkan. Sebagai seorang percaya kita juga memiliki tanggung-jawab politis. Barangsiapa lapar dan haus akan kebenaran-keadilan, mereka akan mendapat kepuasan yang sejati dari Tuhan. Di sini, di dunia ini, kita hanya mengalami kebenaran-keadilan Allah sebagian, namun ini tidak berarti kita boleh kehilangan pengharapan dan ketekunan kita.

Ucapan bahagia yang berikutnya berbicara tentang murah hati/belas kasihan. Ini merupakan suatu kelanjutan yang penting dan sangat perlu, karena pencarian kebenaran-keadilan yang tidak disertai oleh kemurahan atau belas kasihan akan menjadi suatu bentuk keagamaan yang sangat menakutkan. Mulai dari bentuk keagamaan a la Farisi yang merasa benar sendiri dan lebih baik daripada orang lain sampai kepada penggunaan kekerasan atas nama agama. Orang-orang Farisi misalnya sangat berambisi dalam melakukan Taurat dan seolah-olah sangat memperjuangkan keadilan, namun mereka sangat sedikit mengerti apa artinya belas kasihan. Yang terpenting dalam hukum Taurat, menurut Yesus Kristus, adalah keadilan, belas kasihan dan kesetiaan/iman (Mt. 23:23). Berbahagialah mereka yang murah hati, karena mereka akan beroleh kemurahan. Apakah konsep ini terdengar seperti kurang Reformed? Apakah belas kasihan Allah tergantung dari sikap belas kasihan manusia? Bukankah kita seringkali belajar dari Alkitab sendiri, Allah adalah sumber segala kebaikan? Saya percaya, kita harus mengerti logika yang digunakan di sini secara sebaliknya: hanya mereka yang bermurah hati/berbelas- kasihan yang sungguh-sungguh siap untuk menerima belas-kasihan/ kemurahan Allah, karena ketika mereka memperoleh belas-kasihan Allah, mereka akan meneruskan tindakan belas-kasihan ini kepada sesama mereka. Belas-kasihan Allah, pemberian dan karunia Allah bukan untuk dinikmati sendiri, melainkan untuk membangun dan memberkati sesama kita.

Untuk menghindarkan kekacauan pengertian tindakan belas-kasihan yang dimaksud di sini dengan pandangan Humanisme sekuler (yang juga mengajarkan belas-kasihan) , maka kita membaca berikutnya bahwa kebahagiaan itu diberikan kepada mereka yang murni/suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Tindakan belas-kasihan yang dimaksud dalam ayat sebelumnya tidak boleh dimengerti hanya sebagai suatu tindakan horisontal kepada sesama manusia tanpa Allah, melainkan merupakan suatu tindakan belas-kasihan yang memiliki karakter theosentris (berpusat kepada Allah). Sama seperti sebelumnya, demikian pula ayat ini dapat kita mengerti baik secara eskatologis (menunjuk kepada kehidupan yang akan datang, melihat Allah dalam kekekalan), akan tetapi juga sebagai suatu penghayatan yang dapat dinikmati, atau lebih tepat, dicicipi, sekarang dan di sini. Bagi Thomas Aquinas, visio Dei, penglihatan akan Allah adalah kegenapan dari theologi. Pertanyaannya, dapatkah kita mengalami kemuliaan yang akan datang, meskipun hanya sebagian dan hanya sebagai cicipan, di sini dan sekarang? Alkitab mengatakan: hanya melalui hati yang suci/murni. Sekarang pertanyaan berikutnya: siapakah di dunia ini yang begitu suci? Bukankah tadi sudah dikatakan bahwa kita semua adalah orang-orang berdosa yang gagal di hadapan Allah? Pengertian akan kesucian/kemurnian hati di sini tidak boleh dikacaukan dengan gambaran suatu kondisi moral yang sempurna. Jika demikian halnya, apa yang dimaksud suci/murni hatinya? Hal itu lebih berkaitan terutama dengan arah hati, yaitu mereka yang mempunyai fokus tunggal dalam kehidupan mereka. Sebuah tulisan Kierkegaard diberi judul "Purity of Heart is to Will One Thing". Gloria Dei, kemuliaan Allah sebagai satu-satunya fokus bagi seluruh aspek kehidupan kita: keluarga, karir, persahabatan, tindakan keagamaan, ya bahkan hobby dan waktu senggang kita. Ketika ketika melakukannya untuk kemuliaan Allah, maka kita juga akan melihat Allah dalam semuanya, karena kita memang dilingkupi oleh kehadiran-Nya yang ajaib. Dalam konteks theologia crucis-nya (theologia salib), Luther mengatakan, "seseorang harus melihat ke bawah, bukan ke atas, sebagaimana yang telah dilakukan Allah", dan "mencari Allah di antara orang-orang yang malang, yang tersesat, yang lemah/tidak berdaya", "di situlah manusia melihat Allah, di situlah hati menjadi suci dan semua kecongkakan ditanggalkan" ("man solle nicht in die Höhe, sondern in die Tiefe streben, wie es Gott selbst getan hat", und "Gott in den Elenden, Irrenden und Mühseligen suchen", "da schaut man Gott, da wird das Herz rein und aller Hochmut liegt darnieder."

Ucapan bahagia yang ketujuh berbicara tentang orang yang membawa damai, yang disebut anak-anak Allah. Beberapa waktu yang lalu kita membaca bahwa Obama memperoleh hadiah Nobel untuk perdamaian dan tidak lama kemudian banyak komentar yang bermunculan di surat kabar. Salah satu surat kabar terkenal ada yang menulis "Mr. Peace and his war". Kritikus yang lain dari Wall Street Journal menulis, "A leader can now win the peace prize for saying that he hopes to bring peace at some point in the future." Perhatikan terutama kata "in the future". Terlepas dari kesederhanaan sikap Obama yang merasa hadian Nobel itu lebih merupakan suatu tantangan untuk dibuktikan daripada penghargaan atas apa yang sudah dia lakukan, kita tetap mendapati sesuatu yang janggal memang dalam pemberian hadian Nobel itu. Renungan singkat ini bukan suatu perenungan politis, baik pro maupun kontra Obama. Kita hanya ingin membandingkan sedikit saja, konsep perdamaian yang juga dibicarakan oleh Matius dalam catatannya tentang ucapan bahagia. Dalam kehidupan Yesus, kita dapat melihat bahwa untuk membawa kedamaian, Yesus telah mengorbankan diri-Nya sendiri. Dalam beberapa bahasa kata korban agaknya sedikit tidak jelas dan membingungkan. Kita berbicara tentang korban yang hidup bagi Tuhan, korban persembahan, korban ucapan syukur, tapi kita juga bicara tentang korban bencana alam, korban perang, korban kekerasan dlsb. Maka ada yang mengusulkan pembedaan kata korban dan kurban dalam bahasa Indonesia . Kurban untuk yang pertama, sedangkan korban dipakai untuk penggunaan yang terakhir. Di dalam bahasa Latin misalnya (sebagaimana diikuti dalam bahasa Inggris) dua kata ini dibedakan dengan sangat jelas yaitu victima dan sacrificium. Yesus bukan victima, melainkan Dia telah menyerahkan diri-Nya sebagai suatu sacrificium yang hidup di hadapan Allah. Dengan kata lain, yang dimaksud di sini bukan korban dalam pengertian ketidak-berdayaan atau penerimaan nasib, melainkan lebih merupakan suatu kurban yang dipersembahkan dengan aktif dan terutama, dengan kerelaan hati. Yesus sebagai anak Allah yang tunggal telah mengurbankan diri-Nya di atas kayu salib demi perdamaian umat manusia dengan Allah. Kita sebagai orang percaya juga dipanggil untuk membawa damai di dunia yang penuh dengan konflik dan pertentangan, permusuhan ini dengan mengurbankan diri kita, hidup kita. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah perdamaian. Yesus telah membayar dengan tubuh dan darah-Nya sendiri. Kita dipanggil untuk mengikuti jejak pengurbanan- Nya.

Yang terakhir, sementara kita seorang pengikut Kristus belajar untuk membawa damai, kemungkinan besar tidak akan ada hadiah Nobel yang akan diterimanya, melainkan justru penganiayaan karena kebenaran. Kesalahan apakah yang telah dilakukan oleh Yesus? Kejahatan apa yang menyebabkan Dia diperlakukan demikian? Bukankah Dia ingin memperdamaikan Allah dan manusia, namun apakah yang telah diperoleh-Nya? Kematian di atas kayu salib. Karena ciptaan-Nya tidak mau menerima Dia dan mendengarkan suara-Nya. Mereka menolak untuk dipimpin kepada pengenalan diri yang benar dan membebaskan. Mereka lebih suka membenci orang yang memaparkan diagnosa apa adanya tentang keadaan diri mereka yang sesungguhnya. Demi kebenaran-keadilan, demi kebenaran yang dari Allah, kita harus belajar untuk memiliki keberanian, bahwa kalimat-kalimat yang keras dari Firman Allah diberitakan kepada umat manusia. Akan selalu ada resiko dibenci, bahkan mungkin juga dianiaya, namun kita tidak perlu takut karena kita harus lebih menaati Allah daripada manusia. Rangkaian sabda bahagia ini dimulai dengan janji mempunyai Kerajaan Allah dan juga diakhiri dengan mempunyai Kerajaan Allah. Kita mungkin mengharapkan suatu pembahasan kebahagiaan yang dari bawah (miskin rohani di hadapan Allah) menuju kepada sebuah klimaks (misalnya kaya di hadapan Allah). Namun kita akan dikecewakan dengan pengharapan seperti ini karena seluruh ucapan bahagia ini ditutup dengan "dianiaya oleh sebab kebenaran". Dengan kata lain, kita mungkin perlu mengoreksi konsep kita akan apa arti dari kekayaan rohani, kelimpahan hidup yang sejati menurut ayat-ayat ini. Bagi Matius, kelimpahan hidup, kekayaan rohani yang sesungguhnya adalah ketika kita siap untuk menderita bagi Tuhan, bukan sebagai victima, melainkan sebagai suatu sacrificium, suatu kurban yang hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan. Kiranya Tuhan menolong kita untuk mengalami kehidupan yang sedemikian.

(Pdt. Billy Kristanto)

Sari Ringkasan Khotbah 19 September 2009

God’s Throne and Knowing the Family Values
(dari DVD Tahta Tuhan dalam Keluargaku, oleh Pdt. Dr. Stephen Tong)

A renowned psychologist in the 20th century was asked, what is the biggest problem in the world now? What is man’s greatest problem? It is not the environment, not atomic bomb, not education. Everything may run smoothly, organizations may get better, but the biggest problem in the 20th century is that true love can hardly be found anymore in the society. This sentence describes well all the difficulties that man faces and the source of man’s problem that causes man to be in despair and without hope. However, if true love is difficult to find in society today, does it mean that it was easier to find in the past? The answer here is the traditional value systems. Human is the only creature that talks about values.

God is the source of value. So when He created man according to His image and likeness, He implanted into human the concept of value. But the problem is that man uses his ability to value only material things and money. This is very far from the biblical concept.

We must have a system of values. And that system of values must be found through which standard? Is it found through money, dollar? Do you know, the worth of money drops every year at about 8-12% rate. What then, has value that keeps increasing with time? Definitely not material things. What has an eternal system of value? Here we see the Bible teaches us to seek after the kingdom of God and His righteousness, because it is eternal. The world and all the lust that is in it will perish. Only those who does the will of God shall live forever.

One of the most important concepts of value is the value that is contained in interpersonal relationship. Interpersonal relationship starts from the relation of the created person with the person of the Creator. It is the foundation through which we evaluate other values. Why does it become the basis of value? Because here, we can directly obtain from the souce of truth, who gives the true wisdom. Your relationship with others must be based on your relationship with God. Because here there is a vertical relationship which is a support for the horizontal relationship. Many people, after the secularization in 20th century, has forgotten about the vertical and talks only about the horizontal relationship.

Our Creator has given the system of values in 2 forms. One is related to our inner being and the other is related to our expressed physical being. The spiritual results in religion, the physical results in culture. Human is the only creature with religious inclination and cultural inclination. These two have been increasingly forgotten because people look after money, economic system, power in government. Here, distorted values have played subconscious roles which result in distraction in human life away from the right track.

But is there ever a religion, that is exterminated and never return again? No. Because political power may be temporarily higher than others, but the power of religion and culture is eternally higher. Because man is created as religious creature and cultural creature. These two facts cannot be changed or suppressed.

Why do we talk about moral systems, value systems, religion, politics and culture and military and others when we are supposed to talk about family? Because these are all related. When we want to be a responsible human being, we must know what is the basic foundation of values that I use to evaluate my own life. When man destroys the family values, he is actually destroying his own religious and cultural values. Why is family so important? Why is the family value so important? Because this is the centre axis of society. Family is the smallest unit in the formation of society. Family and the family moral, and the happiness of family, family ethics, all these define the strength of a society or a nation. This is a serious matter.

Let us consider the gravity of it. Family is the core, the most basic unit of the society. And society of human being is the core of the universe. God created the whole universe with the focus on this earth. God created the earth with the focus on man. God created man with the focus on family. And family is a reflection of human relationship with God. Family is a reflection of a unit where there is love between different persons, because God is triune God. Such concept is not found is Islam, in Buddhism, in Hindu or Taoism, or any other religion. The triune God is the supreme one God. The supreme one God is the God of trinity.

The Bible consists of a focal point, and it shows us that the whole universe is created by
God the Father, through God the Son with the power of the Holy Spirit. And the triune God is the highest example for formation of a community. The doctrine of trinity shows that the person of God the Father, person of God the Son, and person of Holy Spirit have loving relationship that unifies them. The triune God is foundation for the formation of family. Their unity is a perfect example for society. If the communities that exist on earth are image and likeness of the communion that exist in heaven, many problems and difficulties on earth can be avoided.

Interpersonal relationship is possible because trinity. God is love, God’s love is forever. And before He created everything, the object of His love is in the interpersonal relationship of the trinity. This loving relationship within trinity is expanded when God said that He wanted to create. His love is expressed through the action of creation. Then after He created, He permeated His love to His created beings, such that the created beings may share the love from God, and human becomes a creature of love. When within the human himself, or within human relationship or within a society, the love is no longer there, this becomes the biggest problem.

Many people have unhappy marriages. Many people keep quarreling in their marriage. Why? Because from the beginning they do not know the basic foundation. The basics as revealed by God, are found in the first few pages of the Bible:
1. I will create man according to My image and likeness.
2. the man that I created, it is not good for him to be alone. Therefore I create a woman to be his helper.
3. they shall leave their parents and become one.
4. I will be bless them and they will multiply to be a nation.

Whoever goes against the Bible which is the revealed truth from God, he goes against his own happiness. Whoever does not submit to God’s truth, he is destroying his own future. All these are in the Bible. It is written, whoever uses another to replace the Lord God, his sufferings will multiply. You cannot possibly live happily outside of the word of God. You cannot live with bright future without following the clear principles written in the Bible. We must be reminded of the consequences of not following God’s word again. When the family is in disorder, the church is in disorder. When the church is in disorder, the society is in disorder. Because there is no good example, the whole world is floating in the sea without direction, in the darkness without light.

God said, it is not good for man to be alone, so you need a wife. I am going to create a wife for you, according to My image and likeness. That is why man and woman are equal. They have equal right, equal degree before God, equally reflecting God’s glory. The holy book that says men and women are equal is not in Islam but in Christianity. Never has there been a civilization that treated men and women equally before Moses wrote these verses. Not Confucius, Lao Tze, and others, not also Socrates or Buddhism as well. Also not Islam or Hindu. There is caste system in India even now. But the Bible, in Genesis 1:26-27 says I am going to create man and woman in my image and likeness, and so God created Adam and Eve in His own image.

Man and woman are equal, equal in rights, equal in value, equal in honor, but different in order. In equality do not forget differences. In differences do not forget similarity. In terms of substance, degree and honor, man and woman are equal, but they have different order and function. Man must be able to control his wife, be in charge of his family, may provide for the family, lead and love the family. That is the order for man. The order for woman is to help, to accompany, to support the husband. Whoever goes against such principles, the family will not have happiness. When the wife always wants to be head, the family will not be happy. When the husband does not provide for and give security to the family, the family will be shaken.

All these are principles from the Bible. Do we take these things seriously?

(Pdt. Dr. Stephen Tong)

ringkasan belum dikoreksi oleh pengkhotbah

Ringaksan PA 15 Agustus 2009

Hari Keempatbelas: Tuhan di tengah-tengah kita

Q. 35. Apakah arti dari kata-kata berikut “Dia dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria“?
A. Bahwa Anak Allah yang kekal, yang sekarang dan terus menerus (a) adalah Tuhan yang sejati dan kekal (b), mengambil rupa manusia melalui daging dan darah anak dara Maria (c) dan dengan pekerjaan Roh Kudus (d); sehingga ia boleh menjadi keturunan sejati Daud (e), dan serupa dengan saudara-saudaranya di dalam segala sesuatu (f), kecuali dalam dosa (g).

Luke 1:35 Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
(f) Filipi 2:5-11 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!
(g) Ibr.4:15 Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.


Questions:

Kenapa Yesus datang ke dunia? Kenapa Tuhan harus hadir di tengah-tengah kita? Kenapa Tuhan harus memakai cara yang demikian untuk menyelamatkan kita?
Bukan hanya urusan menyelamatkan. Kalau hanya utk menyelamatkan, dapat ulurkan tali, enggak usah repot2 ikut turun ke dunia. Kita ini tidak neutral ataupun di sisi Tuhan. Sebelum kita diselamatkan, kita tdk juga seperti korban yg innocent yang diselamatkan Tuhan dari si jahat. Sebenarnya kita ini penjahatnya, kita ini musuh Tuhan (Rom 5:10).
Apa yang dikerjakan Yesus: menyelamatkan, menebus dan memperdamaikan. Tujuan utama kedatangannya utk menebus kita. Dalam bahasa jerman sekarang karya Kristus sering disebut Erlösung (deliverance, saving) tetapi tidak lagi Loskaufung (paying the ransom).

Bagaimana Yesus menebus kita?
Ibr 10:5-6 Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki--tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku--. Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. 10 Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.
HE CAME TO DIE.

Syarat-syarat penebus:
1. Penebus manusia haruslah seorang manusia. Bagaimana caranya? => Dia harus dilahirkan dari kandungan seorang wanita, sama seperti manusia lainnya.
Rom.8:3-4 Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.
2. Yesus harus tanpa dosa (dosa perbuatan maupun dosa asal) sehingga ia bisa menjadi korban yang berkenan di hadapan Allah. Bagaimana caranya? => dikandung oleh kuasa Roh Kudus dalam kandungan seorang anak dara (bukan keturunan Adam, tanpa dosa asal, Kej 3:15).
3. Tuhan Yesus dalam dunia tidak berhenti menjadi 100% Tuhan. Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan (Kol 2:9) Jadi ketika ditulis dalam Phil 2:7 oleh Rasul Paulus bahwa Ia mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Fil 2:7), Paulus bermaksud bahwa Yesus mengambil nature manusia, dan sejak kelahirannya, Ia adalah sepenuhnya Tuhan dan sepenuhnya manusia.

Konsep karya penebusan dari Tuhan sendiri hanya ada dalam keKristenan. No other religion has something similar to the cross.

Karya penebusan Kristus di kayu salib itu sentral di dalam seluruh keKristenan. Inkarnasi tidak berarti tanpa salib. Tanpa salib tidak ada paskah (kebangkitan). Dengan salib, ada kehidupan dalam iman, ada kehidupan Kristen menyerupai Kristus, ada pengharapan hidup yang kekal.

Q. 36. Apakah keuntungan yang kamu dapatkan melalui kandungan Kristus yang suci dan kelahirannya?
A. Bahwa ia adalah penengah kami (a); dan dengan ketidakberdosaannya dan kesuciannya yang sempurna, ia telah menutupi dosa-dosaku di hadapan Tuhan, bahkan dosa-dosa yang di dalamnya aku dikandung dan dilahirkan. (b).


Apakah keuntungan bagi kita kalau Kristus telah datang?
(b) 1 Pet.3:18 Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,

Keuntungan-keuntungan lainnya:
1. kita mempunyai mediator dengan Allah. Seorang mediator yang mengerti kita, karena Ia juga pernah menderita.
Ibr 2:16-18 Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.
2. kita mempunyai contoh bagaimana kita harusnya hidup di dunia ini
1 Pet 2:21 Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
(What Would Jesus Do?)

Aplikasi:
- Menghayati hikmat Tuhan dalam pengaturannya untuk keselamatan kita
- Ucapan syukur karena Allah datang di tengah-tengah kita
- Semangat inkarnasi dalam diri orang Kristen

(2 Kor 8:9 Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.)

(Surya Kusuma)

Ringaksan PA 18 Juli 2009

Katekismus Heidelberg Hari Keduabelas: Christ and Christians

Question 31. Why is he called "Christ", that is anointed?
Answer: Because he is ordained of God the Father, and anointed with the Holy Ghost, (a) to be our chief Prophet and Teacher, (b) who has fully revealed to us the secret counsel and will of God concerning our redemption; (c) and to be our only High Priest, (d) who by the one sacrifice of his body, has redeemed us, (e) and makes continual intercession with the Father for us; (f) and also to be our eternal King, who governs us by his word and Spirit, and who defends and preserves us in that salvation, he has purchased for us. (g)


The term “Christ” (Greek: Christos), not part of the name of the Lord, is the title of the Lord, meaning “anointed one” (“Messiah” in Hebrew).
in OT, 3 classes of people who could be called anointed ones:
(1) the prophets, Elisha was anointed by Elijah (1 Kings 19:16);
(2) the priests, Aaron and his sons were anointed by Moses (Ex 28:41)
(3) the kings, Samuel anointed David (1 Samuel 16:13).

Apa makna dari pengurapan? Pilihan dari Tuhan, kuasa / mandat Tuhan atas orang yang diurapi.
The Lord Jesus Christ was the long-expected Messiah who is anointed (not with oil but with the Holy Spirit) into the 3 offices.

(a) Lukas 4:18-19 "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
Such is the distinction pointed out by Calvin and has since been adopted by the Protestant church.

1st office: Prophet = Teacher
(b) Kis 3:22 Bukankah telah dikatakan Musa: Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya kepadamu. (Peter’s sermon, applying passage from Deut. to Jesus)
What are the tasks of the prophet in OT?
In the Old Testament times a prophet proclaimed the Word of God and explained it to the people.
Christ : 1. through his own person is the revelation of God the Father to us, 2. revealed Word of God during his ministry and now 3. the Bible => fulfill our spiritual needs: we did not know and did not understand.

2nd office: Priest
(d) Maz.110:4 TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: "Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek."
What are the tasks of the priest in OT?
- he offered a lamb or some other clean animal,
- he made intercessory prayer for the people.
The catechism calls Christ the only High Priest. Why is that?
1. Christ is Priest and sacrificial Lamb at the same time: he offers himself up as a sacrifice. After His offer on the cross no more animals had to be offered.
Why is there no chair to be found in the Jewish temple? signifying that the work of the priests was never done. Compare with (e) Ibr. 10:12-14 Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuh-Nya akan dijadikan tumpuan kaki-Nya. Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.
2. Christ intercedes for us at the right hand of his Father in heaven. (f) Rom.8:33-34 Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?
The intercessory prayers of Christ are always heard: our prayers are heard because of Christ. (Christ guaranteed our right to be heard)
Can non believer (other religion, atheist) pray to God? God does not hear the prayers of non-Christians. What about prayers from little children?

Illustration: a heavenly law firm with us as clients, Jesus presiding over the heavenly branch and the Holy Spirit directing the earthly branch. Each of them pleads for us. The Spirit moves us to pray and to be bold in our prayer. Jesus interprets our prayers aright and based on His sacrifice allows our prayer to go to God the Father, who is our judge (the devil is our accuser).
Example of Jesus interceding for Peter.

3rd office: King
(g) Wahyu 19:16 Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu: "Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan."
What does a king do?
- he reigns, issues law, governs the country
- he protects the people against all enemies.
Jesus governs us by his word and spirit. We are not autonomous after our conversion (receive Christ as Savior and Lord). Christ is our Lord. He provides proper and loving ruling over us within the church => fulfills our need for spiritual discipline, guidance and rule.
Jesus defends and preserves us. God's children have three mortal enemies: satan, the world, and their own sinful heart. King Jesus protects His people against these enemies. He safeguards them until they are in their eternal home.
Kingship of Jesus: is it not now but in the future? Is it only in spiritual realm? Is it only to the church alone?
It has come, it is now, and it will be perfected. God’s rule in human history, in individual soul of human, in the church, and a future coming kingdom. Illustrations from the parables: Matt 13 farmer that sow seeds, conclusion: only part of the preaching effort will bear fruit => against the concept that with more preaching advancement, the whole world will be saved. wheat and tares, conclusion: there will always be children of the devil together with children of God in this world until the end of times.

Question 32. But why art thou called a Christian? (a)
Answer: Because I am a member of Christ by faith, (b) and thus am partaker of his anointing; (c) that so I may confess his name, (d) and present myself a living sacrifice of thankfulness to him: (e) and also that with a free and good conscience I may fight against sin and Satan in this life (f) and afterwards I reign with him eternally, over all creatures. (g)


(a) Kis 11:26 Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.
This name was accepted as a name of honor, and it still is today. It serves to identify those who are followers of Christ or in the words of the catechism: we are members of Christ by faith and therefore are partakers of His anointing.
(b) 1 Kor.6:15 Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!
A person is not a real Christian because he is baptized and a member of a Christian church. A person is a true Christian only when he is united to Christ by faith and is a partaker of His anointing. It implies that the Holy Spirit dwells in his heart and that he experiences the Spirit's guidance in his life.

3 offices of a Christian: prophet, priest, king

A Christian is a prophet. What are the implications?
(d) Rom.10:10 Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.
Being a prophet shows itself in the confessing of the name of Christ. This means to confess Him, to give testimony, to bear witness, to exhort others, and to point out the way. Every Christian must do this. One does not have to be a missionary, preacher, or elder to do so.

A Christian is a priest. What are the implications?
(e) Rom.12:1 Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
A Christian is a priest. This implies that his life is a sacrifice (take after the example from our High Priest). He does not live for himself, but for God and his neighbor.
He has a life of prayer, interceding for work of God and also for his fellow man.

A Christian is a king. What are the implications?
(f) Rom.6:13 Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.
A Christian is a king => follow the example of our king Christ while He was on earth:
1. In the strength of Christ he strives against sin and devil and gains the victory.
2. we reign.
(g) 2 Tim.2:12 jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;
Jesus was already a King when He was on earth, but how did He reign? How shall we reign? Not by lording it over one another, for that is not how Jesus exerts his reign among us. Our kingship is expressed, not in privilege, but in responsibility.
3. And one day we may sit with Christ in His throne and be forever king with Him over all creation.

(Surya Kusuma)

Ringkasan khotbah 5 Juli 2009

Lukas 15:11-32 Perumpamaan Anak yang Hilang

Dalam Lukas 15 terdapat 3 perumpamaan yang diceritakan oleh Tuhan Yesus sebagai jawaban atas sungut-sungutan orang Farisi yang melihat Tuhan Yesus menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka. Ketiga perumpamaan ini saling berkaitan. Saat ini kita akan melihat perumpamaan yang ketiga, yaitu tentang anak yang hilang, tetapi kita tidak boleh melupakan penekanan yang terdapat dalam kedua perumpamaan yang mendahului.

Pada perumpamaan anak yang hilang, terkesan seakan-akan anak yang hilang tersebut yang mengambil inisiatif untuk kembali kepada bapanya, setelah ia mengalami kelaparan dan kesusahan, maka ia pun insaf dan kemudian bangkit dan pergi kembali ke rumah bapanya (ayat 18-20). Sedangkan bapanya hanya menunggu dan melihat dari kejauhan, seolah-olah pasif. Dari sini ada orang mungkin mengambil kesimpulan bahwa pertobatan itu jadinya adalah inisiatif dari si pendosa yang menyadari keadaannya kemudian kembali kepada Bapanya yang dengan sabar menunggu.

Ini konklusi yang timpang kalau kita tidak melihat penekanan pada perumpamaan yang pertama dan kedua. Dalam perumpamaan domba yang hilang dan dirham yang hilang, kita melihat dengan jelas sekali si gembala dan si perempuan mencari dengan begitu giat, bahkan meninggalkan yang banyak lainnya dan mencari si satu yang hilang itu. Ini menyatakan Allah yang aktif mencari manusia yang berdosa yang tidak dapat mencari jalan pulang mereka sendiri.

Ada penafsir yang memperhatikan dan mengambil konklusi yang tepat, bahwa dalam perumpamaan domba yang hilang, yang hilangnya itu 1 dari 100 berarti 1 persen yang hilang. Kemudian dalam perumpamaan dirham yang hilang, yang hilangnya itu 1 dari 10 berati 10 persen yang hilang. Sedangkan dalam perumpamaan anak yang hilang, apakah yang hilang itu 1 dari 2 sehingga 50% yang hilang? Tidak, sesungguhnya adalah 100% yang hilang, karena sesungguhnya anak yang sulung itu juga hilang, walaupun ia terus tinggal di rumah bapanya, tetapi sebenarnya ia telah hilang status anaknya dan hanya memegang status seorang pelayan.

Dari perumpamaan ini kita dapat menghayati dua ekstrim keadaan manusia. Yang pertama direpresentasikan oleh anak yang bungsu. Ia begitu memegang status keanakannya, sehingga ia begitu berani meminta bagian warisan miliknya. Sebenarnya mendapatkan bagian warisan miliknya tidaklah salah sama sekali, karena itu memang sudah dipersiapkan untuk dia. Dia bukannya meminta warisan untuk kakaknya. Tetapi yang menjadi permasalahan di sini ialah, ia meminta tidak dengan motivasi yang benar, yaitu ia ingin menghambur-hamburkannya, dan juga tidak pada waktu yang benar, karena ayahnya masih ada. Anak ini begitu mementingkan status ‘sonship’ nya dia, dan yang sebenarnya diincar adalah harta yang menjadi bagian dia, yang menjadi paket dari ‘sonship’nya. Ia tidak menikmati hubungan yang indah dengan ayahnya tetapi ia malahan mencari dan mementingkan materi dan warisan yang menjadi bagian dari paket sebagai anak.

Ketika ia habis menghamburkan bagian warisannya, sampai dia harus kerja di kandang babi dan menderita kelaparan, baru dalam keadaan demikian, Tuhan membukakan hatinya untuk sadar dan bertobat. Sering Tuhan mengijinkan kita masuk dalam keadaan yang sulit dan tidak enak. Bahkan kalau kita renungkan, sering Tuhan bertindak seperti bapa dari anak ini. Bapa ini tahu kalau dia berikan bagian warisan bagi anak bungsunya, ia akan hidup bebas dan menghabis-habiskan uangnya dan masuk dalam penderitaan. Terkadang Tuhan juga membiarkan hal demikian terjadi kepada kita. Karena itu, jangan selalu anggap kalau kita meminta sesuatu kepada Tuhan, kemudian ketika kita mendapatkannya, maka itu berarti Tuhan memberikan sesuai dengan kehendakNya. Belum tentu! Bisa saja Tuhan membiarkan kita mendapatkan apa yang kita maui sesuai kehendak kita, bukan kehendak Tuhan, tetapi itu sebagai suatu hukuman yang harus kita sendiri yang tanggung. Karena itu baiklah kita meminta sesuatu kepada Tuhan, sesuai dengan kehendak Tuhan.

Tapi kita juga melihat dalam kasus anak bungsu ini, akhirnya Tuhan dapat juga memakai penderitaan yang ia alami untuk menginsafkan dia. Ini semua hanya berkat pemeliharaan Tuhan semata-mata. Ketika kita membaca proses pertobatannya, ini sangatlah menggugah hati. Dari ayat 18-24, kita melihat pertama-tama ada perubahan dalam hati anak itu. Dia sadar bahwa ia telah berdosa. Dia baru sadar betapa menyedihkannya hidup sebagai hamba, bahkan hamba di rumah bapanya mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik dari yang ia alami sekarang. Dia juga sadar bahwa ia tidak layak lagi bertemu ayahnya. Ia lebih layak disebut pelayan daripada disebut anak. Di sinilah paradoks yang dapat kita petik. Ketika dulu ia terus menganggap diri sebagai anak dan melihat segala benefit yang terkait dengan status tersebut, maka sesungguhnya ia telah kehilangan relasi antara anak dengan ayahnya. Tetapi sekarang, ketika ia sadar bahwa ia tidak layak menjadi anak, bahkan lebih layak dipanggil pelayan, maka bapanya pun memulihkan posisinya sebagai anak. Bapanya merangkul dan mencium dia, memberikan segala yang terbaik kepada dia, bahkan mengadakan suatu pesta sukacita yang begitu besar untuk dia, karena sesungguhnya, ketika anak itu menganggap diri tidak layak, maka ia dilayakkan oleh bapanya. Betapa indahnya paradoks ini.

Demikian juga dengan kita, ketika kita terus menerus menyatakan diri sebagai anak Raja, dan melihat segala berkat-berkat yang terkait dengan status sebagai anak Raja, tetapi tidak mencari wajah Bapa kita di surga, maka kita sesungguhnya telah hilang. Ketika kita menyadari kebobrokan kita, ketidaklayakan kita, bahwa kita lebih layak disebut pelayan, maka Tuhan sendiri yang akan mengangkat kita menjadi anak Raja yang hidup.

Tadi kita katakan bahwa yang hilang bukan saja anak bungsu tetapi juga anak sulung. Hal ini benar adanya. Kita melihat di ayat 12 bahwa sesungguhnya bapa itu telah membagi-bagikan hartanya bukan hanya kepada anak yang bungsu, tetapi juga kepada anak yang sulung. Jadi sebenarnya anak sulung itu juga telah mendapatkan bagiannya pada saat yang bersamaan ketika anak bungsu itu mendapatkan bagiannya. Di sisi yang satu, anak bungsu langsung menghamburkan warisannya, di sisi yang lain, anak sulung tidak berbuat apa-apa sama sekali mengenai warisannya, dan ia bahkan masih menganggap diri sebagai pelayan bapanya (ayat 29). Sungguh sedih sekali, ia selama ini tinggal di bawah satu atap yang sama dengan ayahnya tetapi ia memperlakukan diri sebagai pelayan dan tidak sebagai anak. Sampai bapanya berkata di ayat 31: ‘Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.’ Ini adalah contoh orang yang mengaku Kristen dan hidup dalam kekuatan sendiri tetapi tidak ada sukacita dalam suatu relasi anak Allah dengan Bapanya. Ia begitu formal, ia menjalankan segala peraturan dan perintah dengan penuh ketaatan. Ia begitu sempurna, saking sempurnanya sehingga tidak ada ruang dalam hatinya untuk berbelas kasihan ataupun bersimpati kepada orang yang gagal, orang yang melanggar hukum kemudian bertobat. Ini adalah kondisi ekstrim lainnya, yang sayangnya banyak dijumpai di dalam gereja juga.

Kiranya ini boleh menjadi peringatan dan renungan bagi kita semua. Allah telah berinisiatif datang mencari kita, ketika kita masih berdosa dan tidak mampu keluar dari keberdosaan kita. Kemudian ia memberikan kepada kita status anak, tetapi bukan hanya status, melainkan suatu hubungan yang hidup. Allah adalah Bapa kita, dan kita anak-anakNya, kita yang sebenarnya tidak layak. Kiranya kita menikmati hubungan kita dengan Allah Bapa kita, dan tidak fokus pada berkat-berkatNya. Kiranya kita juga boleh mempunyai hati yang mengasihi dan mengasihani orang berdosa lainnya.

(Pdt. Billy Kristanto)
Ringkasan khotbah belum dikoreksi Pengkhotbah.

Ringkasan PA 4 Juli 2009

Hari Kesebelas (katekismus Heidelberg)

Q. 29. Mengapa Anak Allah yang bernama Yesus disebut sebagai Juruselamat?
A. Karena ia menyelamatkan kita, dan melepaskan kita dari dosa-dosa kita; (a) dan karenanya, kita tidak seharusnya mencari maupun bisa mendapatkan keselamatan dari yang lain. (b)
(a) Mat.1:21; Ibr.7:24,25. (b) Kis 4:12; Yoh 15:4,5; 1 Tim.2:5; Yes.43:11; 1 Yoh 5:11.

Q. 30. Apakah orang-orang yang mengaku diri percaya kepada Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat, masih mencari keselamatan maupun kesejahteraan mereka dalam orang-orang suci, atau dalam diri mereka sendiri, atau dari lainnya?
A. Tidak, karena mereka hanya mengakui dia dengan kata-kata, tetapi dalam kelakuan mereka menyangkal Yesus sebagai satu-satunya penolong dan Juru Selamat; (a) karena kalau demikian, salah satu dari dua hal ini haruslah benar, yaitu bahwa Yesus bukanlah Juruselamat yang sejati; atau mereka yang menerima sang Juruselamat dengan iman sejati pasti akan mendapatkan bahwa Ia memenuhi segala syarat yang diperlukan untuk keselamatan mereka. (b)
(a) 1 Kor.1:13,30,31; Gal.5:4. (b) Ibr.12:2; Yes.9:6; Col.1:19,20; Kol.2:10; 1 Yoh 1:7,16.

Yesus adalah nama yang sangat penting, namun itu bukan nama pribadi kedua dari Allah Tritunggal dari kekekalan. Itu adalah nama yang Tuhan pakai untuk mengkomunikasikan relasiNya dengan manusia. Yesus artinya yang menyelamatkan. Tuhanlah yang menyelamatkan manusia.

Dalam repentance atau pertobatan, ada dua perspektif yang bisa dipegang, yaitu perspektif sekali untuk selama-lamanya dan perspektif perpetual atau terus menerus. Keduanya benar, karena kita diselamatkan sekali untuk selama-lamanya dan dalam pernyataan ini, status keselamatan yang ditekankan. Tetapi secara kondisi, kita mengalami pengalaman salib sebagai suatu proses yang terus menerus kita lalui selama kita hidup.

Dalam karya keselamatan, kita percaya bahwa itu dikerjakan sepenuhnya oleh Kristus dan tidak ada yang bisa atau perlu ditambahkan ke karya yang telah dikerjakan Kristus dengan sempurna. Dalam agama lain, sebenarnya banyak hidden costs atau tambahan-tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan, tetapi tidak demikian di dalam keKristenan. Kalau begitu kita bertanya, dimanakah letaknya perbuatan baik dalam keKristenan? Seperti pernah dibahas, yaitu sebagai ucapan syukur atau thanksgiving.

Kita harus sadar betapa jauh kita telah jatuh dari keadaan mula-mula kita, baru kita sadar bahwa kita tidak mampu kontribusi apapun dalam keselamatan yang kita terima. Kalau kita tahu bahwa kejatuhan kita begitu dalam, dan setelah itu kita masih merasa mau kontribusi dalam keselamatan kita, maka itu sangatlah menghina karya Kristus. Ini dapat diumpamakan secara kasarnya seperti kita ditraktir makan di restoran yang mahal sekali, misalnya 500 chf per orang sekali makan, dan kita pikir kita mau kontribusi dengan membayar 25 cents. Bukankah ini menyatakan kita tidak tahu berterima kasih, dan bukannya menyatakan terima kasih kita? Ini menyatakan suatu penghinaan terhadap orang yang telah mentraktir kita.

Kekristenan adalah agama anugerah, yang totally anugerah, bahkan response dari manusia sendiri juga adalah anugerah. Pengertian ini erat kaitannya dengan konsep providence (pemeliharaan) Allah. Konsep providentia dalam kehidupan Calvin sangatlah kuat. Dia sendiri adalah exile dari Prancis, dan setelah dia menetap di Geneva selama 20 tahun baru dia mendapatkan surat pengakuan kewarganegaraan. Dalam statusnya yang sebagai exile, ia lebih dapat menghayati dan menggumuli akan pemeliharaan Tuhan dalam hidupnya. Terkadang dalam kehidupan kita, kita merasa ada bagian dari kita atau talenta kita yang kita rasa layak dipakai oleh Tuhan, tetapi ternyata Tuhan tidak pakai hal itu. Malah ada bagian yang kita rasa tidak layak dipakai yang ternyata Tuhan pakai. Ini semua berada dalam kedaulatan Tuhan yang bermaksud menunjukkan / mendemonstrasikan anugerahnya.

Kiranya kita bisa diingatkan akan karya Kristus di salib dan menerimanya dengan rendah hati sebagai pembayaran penuh untuk penebusan dosa kita.

(Pdt. Billy Kristanto)

ringkasan belum dikoreksi oleh pengkhotbah

Ringaksan PA 27 Juni 2009

10. Lord's Day (Katekismus Heidelberg)
Pemeliharaan Allah Bapa

Q. 27. What do you mean by the providence of God?
A. The almighty and everywhere present power of God; (a) whereby, as it were by his hand, he upholds and governs (b) heaven, earth, and all creatures; so that herbs and grass, rain and drought, (c) fruitful and barren years, meat and drink, health and sickness, (d) riches and poverty, (e) yea, and all things come, not by chance, but by his fatherly hand. (f)


(a) Acts 17:25-28; Jer.23:23,24; Isa.29:15,16; Ezek.8:12. (b) Heb.1:3. (c) Jer.5:24; Acts 14:17. (d) John 9:3. (e) Prov.22:2. (f) Matt.10:29; Prov.16:33.

Q. 28. What advantage is it to us to know that God has created, and by his providence does still uphold all things?
A. That we may be patient in adversity; (a) thankful in prosperity; (b) and that in all things, which may hereafter befall us, we place our firm trust in our faithful God and Father, (c) that nothing shall separate us from his love; (d) since all creatures are so in his hand, that without his will they cannot so much as move. (e)


(a) Rom.5:3; James 1:3; Ps.39:9; Job 1:21,22. (b) Deut.8:10; 1 Thess.5:18. (c) Ps.55:22; Rom.5:4. (d) Rom.8:38,39. (e) Job 1:12; Job 2:6; Acts 17:25,28; Prov.21:1.

Pembahasan pertanyaan 27
Di sini dikatakan bahwa Tuhan memelihara, apakah ini pandangan yang umum diterima semua orang?
Secara general, ada 4 pandangan mengenai bagaimana dunia ini dipelihara:
- Epicureans: tidak ada pemeliharaan dari Tuhan
- Stoics: segala sesuatu di bawah pengaturan nasib, takdir (fate, destiny) => amoral dan apersonal
- Peripatetics: Tuhan memberikan sugesti, atau pengaruh, tetapi jalannya peristiwa tergantung sepenuhnya akan kehendak dan perbuatan manusia sendiri
- Alkitab: segala sesuatu diciptakan dan dipelihara oleh tangan pengaturan Tuhan.

Penting untuk mengenal beberapa pandangan, karena dunia sekarang lebih memegang point 1 (atheist), 2 (majority of people from other religions) atau 3 (Kristen Armenian).

Heidelberg Catechism memaparkan dengan detail bagaimana Allah memelihara segala sesuatu, segala aspek dari kehidupan di dunia dengan ayat-ayat dari Alkitab:
Ibr 1:3 Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.
Kis 14:17 namun Ia bukan tidak menyatakan diri-Nya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan."
Yoh 9:2,3 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Ams 22:2 Orang kaya dan orang miskin bertemu; yang membuat mereka semua ialah TUHAN.
Mat.10:29 Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu.
Ams 16:33 Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN.

Kitab Amsal juga mencatat cukup banyak mengenai pengaturan dan pemeliharaan Allah dalam kehidupan manusia:
Ams 16:1 Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari pada TUHAN.
Ams 21:1 Hati raja seperti batang air di dalam tangan TUHAN, dialirkan-Nya ke mana Ia ingini.
Ams 16:9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.
Ams 19:21 Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana.
Ams 21:30 Tidak ada hikmat dan pengertian, dan tidak ada pertimbangan yang dapat menandingi TUHAN. (There is no wisdom, no insight, no plan that can succeed against the LORD.)

Pertanyaan-pertanyaan:
- Apakah berarti Tuhan juga menentukan kejahatan atau dosa yang akan dilakukan setan maupun manusia untuk demi memenuhi maksud dan tujuanNya?
God’s sovereign control does not take away the responsibility and power of second causes. On the contrary, they are created and have their roles by His appointment.
- Di katakan di pertanyaan 28 bahwa ‘all creatures are so in his hand, that without his will they cannot so much as move’. Tetapi apakah berarti segala sesuatu sampai detail-detailnya ada dalam pengaturan Tuhan? Apa peran manusia di dalam kehidupannya sendiri?
- Kalau Tuhan memelihara, kenapa banyak terjadi kesengsaraan di dunia ini? Tidak mudah dijawab, secara general karena manusia sudah jatuh dalam dosa, tetapi bisa ikut keyakinan Elihu (Ayub 34:10)

Konklusi dari pertanyaan 27
Penekanan: Alkitab menyatakan bahwa semua diatur. Apa implikasinya?
Siapa yang mengatur? Allah. Dengan cara bagaimana? Fatherly hand.

Q28 dikatakan God created and still upholds all things
Segala sesuatu di sini mencakup:
- Dunia ciptaan
- Hidup kita
- Iman kita

Pertanyaan ini mencakup point-point applikasi:
- Kesabaran dalam kesulitan
- Rasa syukur dalam kelancaran dan kemakmuran
- Keyakinan teguh kepada Allah yang setia dalam segala situasi karena tidak ada yang dapat memisahkan kita dari Allah
- Segala mahluk, tanpa dikehendaki Allah, tidak dapat bergerak sedikitpun => mengagumi kebesaran Allah dan belajar kerendahan hati

Point-point aplikasi:
- Bukankah kita lebih sering dalam kelancaran daripada dalam kesulitan? Bukankah kita lebih sering dalam kesehatan daripada dalam kesakitan? Inipun sudah bukti pemeliharaan Tuhan
- Rasa syukur kepada Tuhan mempunya far and wide reaching consequences => rasa syukur ke sumber menjalar ke rasa syukur ke saluran (means) yang melaluinya Tuhan menyatakan pemeliharaanNya=> ini membuat kita lebih menghargai orang-orang dalam hidup kita.

(Surya Kusuma)

Ringaksan PA 13 Juni 2009

9. Lord's Day (Katekismus Heidelberg)

Q. 26. What believest thou when thou sayest, "I believe in God the Father, Almighty, Maker of heaven and earth"?
A. That the eternal Father of our Lord Jesus Christ (who of nothing made heaven and earth, with all that is in them; (a) who likewise upholds and governs the same by his eternal counsel and providence) (b) is for the sake of Christ his Son, my God and my Father; (c) on whom I rely so entirely, that I have no doubt, but he will provide me with all things necessary for soul and body (d) and further, that he will make whatever evils he sends upon me, in this valley of tears turn out to my advantage; (e) for he is able to do it, being Almighty God, (f) and willing, being a faithful Father. (g)


(a) Gen.1,2; Job 33:4; Job 38,39; Ps.33:6; Acts 4:24; Acts 14:15; Isa.45:7.
(b) Matt.10:29; Heb.1:3; Ps.104:27-30; Ps.115:3; Matt.10:29; Eph.1:11.
(c) John 1:12; Rom.8:15; Gal.4:5-7; Eph.1:5.
(d) Ps.55:23; Matt.6:25,26; Luke 12:22.
(e) Rom.8:28. (f) Rom.10:12; Luke 12:22; Rom.8:23; Isa.46:4; Rom.10:12.
(g) Matt.6:25-34; Matt.7:9-11.


Kalimat ‘I believe in God’ mengandung unsur ironi pada zaman ini, karena banyak manusia yang mengatakan bahwa ‘I do not believe there is God’ padahal bahkan setan pun percaya bahwa Tuhan itu ada (Yak 2:19). Jadinya setan, si pendusta, lebih theist daripada orang yang mengaku diri atheist.
Ketika seseorang mengatakan bahwa dia percaya atau ‘believe’, maka sebenarnya:
1. dia setuju akan informasi atau fakta tertentu (cognitive)
2. dia beriman, dan melalui imannya ia mencoba untuk lebih mengerti dan mendalami apa yang ia imani (faith seeking understanding)
3. dia percaya di dalam hati dan disertai dengan suatu komitmen hidup, di mana dia berani mempertaruhkan hidupnya demi apa yang ia percayai.

Ketiga aspek yang terkandung dalam kata ‘believe’ seperti yang diutarakan tersebut hendaknya ada dalam hidup kita sebagai orang Kristen.

Konon cerita ada seorang akrobat yang terkenal dan pada suatu saat dia mengadakan suatu pertunjukan akbar di mana dia akan menyeberangi Niagara fall dari satu sisi ke sisi lain dengan berjalan di atas seutas tali yang ditegangkan. Ketika ia menanyakan ke para penonton, apakah mereka percaya bahwa ia dapat menyeberangi Niagara fall tersebut, para penonton menjawab dengan satu suara ‘iya’. Lalu ia pun membuktikannya. Setelah ia sampai ke sisi seberang air terjun itu dengan selamat, ia kembali mengajukan suatu pertanyaan. Ia bertanya jikalau para penonton percaya bahwa ia bukan saja dapat menyeberangkan diri sendiri, tetapi ia juga dapat membawa satu orang di pundaknya dan bersama-sama menyeberangi air terjun itu. Para penonton kembali menjawab dengan satu suara ‘iya’. Kemudian ia menanyakan, jika memang mereka percaya, siapa dari antara penonton itu yang mau naik di pundaknya dan menyeberang bersama? Tidak seorangpun yang mau menerima tawaran tersebut. Memang mudah menyatakan percaya di mulut tetapi ketika kita harus mempertaruhkan hidup kita atas apa yang kita percayai, ini menjadi sangat sulit.

Kita melihat sekarang ke pribadi pertama dari Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa. Secara logis (bukan kronologis), Allah Anak diperanakkan oleh Allah Bapa sejak dari kekekalan. Allah Bapa adalah sumber dari segala sesuatu dan segala ciptaan. Di sini dikatakan bahwa Allah Bapa yang Maha kuasa. Apa artinya Maha kuasa? Dalam bahasa Yunani, ada 2 arti dari kata ini, yaitu:
1. Kemampuan, dalam maksud Allah mampu melakukan hal ini dan itu. Kita mengerti bahwa tentu saja Allah mampu melakukan segala sesuatu, tetapi apakah bermaksud juga bahwa Allah dapat melakukan kejahatan? Ini mirip seperti menanyakan apakah Allah bisa membuat batu yang begitu besar sehingga dia sendiri tidak bisa mengangkatnya? Kita harus mengerti bahwa Allah mampu melakukan segala sesuatu sejauh itu sesuai dengan natur Allah dan menyatakan kesempurnaanNya.
2. Otoritas, seperti yang tertera dalam Matius 28:18 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Di sini penekanannya adalah Allah sebagai Lord, Tuhan yang berotoritas dan berdaulat atas segala ciptaanNya.

Kita melihat lagi dikatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi. Untuk apakah semuanya itu? Kita sering mengatakan untuk kemuliaan Allah sendiri. Apakah ini berarti bahwa Allah itu narcist? Tidak, karena dalam ciptaan, ada rencana dan tujuan Allah yang baik dann yang membawa kebahagiaan bagi ciptaanNya. Ciptaan patut memuliakan Allah karena Allah layak menerimanya. Dan satu aspek penting lagi dari motivasi Allah dalam penciptaan yaitu Allah mau berelasi dengan ciptaanNya, dan mau manusia menikmati relasi tersebut.

Jadi kalau kita lihat lagi ke pertanyaan di depan mengenai believe atau percaya, apakah layak jika kita percaya kepada Allah sampai kita menyerahkan hidup kita kepadaNya? Kita tidak dipaksa percaya. Kita tidak datang kepada Allah dengan takut dan gentar karena Allah adalah monster yang mengancam kita dengan hal-hal yang jahat kalau kita tidak percaya. Tetapi kita datang kepada Allah karena kita percaya bahwa Allah adalah Allah yang layak dipercaya. Ia berkuasa dan mengasihi. Ia tidak mengecewakan bahkan dalam kesulitan dan kesusahan.

(Ev. Steve Hendra)
Ringkasan belum dikoreksi oleh pembicara

Ringkasan PA 30 Mei 2009

Allah Tritunggal
8. Lord's Day (Katekismus Heidelberg)
Q. 24. How are these articles divided?
A. Into three parts; the first is of God the Father, and our creation; the second of God the Son, and our redemption; the third of God the Holy Ghost, and our sanctification.
Q. 25. Since there is but one only divine essence, (a) why speakest thou of Father, Son, and Holy Ghost?
A. Because God has so revealed himself in his word, (b) that these three distinct persons are the one only true and eternal God.


(a) Deut.6:4; Eph.4:6; Isa.44:6; Isa.45:5; 1 Cor.8:4,6. (b) Isa.61:1;
Luke 4:18; Gen.1:2,3; Ps.33:6; Isa.48:16; Ps.110:1; Matt.3:16,17;
Matt.28:19; 1 John 5:7; Isa.6:1,3; John 14:26; John 15:26; 2
Cor.13:13; Gal.4:6; Eph.2:18; Tit.3:5,6.

Definisi Tritunggal:
Tri (tiga) pribadi yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, tunggal (satu) esensi.
Jalur pembahasan:
1. kesulitan-kesulitan dalam mengerti tiga sama dengan satu
2. darimana kita mengetahui tritunggal?
3. sejauh mana kita mengerti tritunggal?

1. kesulitan-kesulitan dalam mengerti tiga sama dengan satu
Kita coba melihat apakah pernyataan tiga pribadi dan satu esensi Allah itu bertentangan dengan logika yang telah diberikan Tuhan kepada manusia. Di dalam logika, kita mengenal 2 hukum dasar yaitu:
1. hukum identitas yaitu A sama dengan A
2. hukum nonkontradiksi yaitu A tidak sama dengan non A
Pernyataan Allah Tritunggal tidak melanggar hukum logika karena pernyataannya bukanlah „Allah terdiri dari tiga pribadi dan satu pribadi“, ini jelas melanggar hukum logika. Kita menyatakan Allah terdiri dari tiga pribadi dan satu esensi, dan ini tidak bertentangan dengan hukum logika.

2. darimana kita mengetahui tritunggal?
Dari pernyataan dalam Alkitab.
Di Ul 6:4 dinyatakan dengan jelas bahwa Tuhan itu esa. Konteks di mana pernyataan ini ditulis yaitu pada jaman itu, banyak bangsa-bangsa ynag percaya dewa-dewa yang menguasai wilayah-wilayah tertentu dalam kehidupan manusia, misalnya ada dewa matahari, dewa panen, dewa gunung, dlsb. Tetapi pernyataan bahwa Tuhan itu esa adalah suatu dobrakan monotheisme yang sama sekali melawan konsep dari agama-agama yang didirikan manusia.

Kita menyatakan bahwa Allah itu satu dalam esensi. Apakah arti dari kata esensi? Kita mengenal minuman essence of chicken, apakah arti esensi sebenarnya? Esensi Allah adalah atribut-atribut atau hal-hal yang harus dimiliki oleh Allah untuk menjadi Allah contohnya: maha esa, maha kasih, maha kuasa, maha kudus, maha hadir. Kita menyatakan bahwa esensi Allah adalah satu.
Sekarang mengenai tiga pribadi Allah. Alkitab mencatat dengan sangat jelas dalam perikop Mat 3:16-17 yaitu peristiwa Tuhan Yesus dibaptis. Pada saat itu, ketiga pribadi Allah muncul pada saat yang bersamaan: Allah Bapa berfirman dari sorga, Allah Anak menerima baptisan di bumi dan Allah Roh Kudus turun seperti burung merpati. Dalam perikop Yes 61:1 yang kemudian digenapi dan dikutip oleh Tuhan Yesus dalam Luk 4:18-19, Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh Tuhan ada padaNya, karena Ia (Allah Bapa) telah mengurapi dan mengutusNya. Di sini kita juga melihat jelas interaksi dari ketiga pribadi dalam Allah Tritunggal. Kita boleh tanya, kenapa tidak hanya 2 atau bahkan 100 pribadi Allah? Karena Allah hanya menyatakan diri kepada kita sebagai 3 pribadi.

Banyak lagi ayat-ayat Alkitab yang menyatakan mengenai Allah Tritunggal (lihat kutipan ayat2 di atas)

3. sejauh mana kita mengerti
Dalam sejarah keKristenan, sering muncul kecenderungan-kecenderungan yang menyimpang dari definisi Tritunggal yang sebenarnya. Beberapa kecenderungan tersebut adalah:

a. Allah adalah 3 pribadi dan 3 esensi, ini menuju kepada agama polytheisme dan tidak lagi monotheisme yang diajarkan Alkitab.

b. Allah adalah 1 pribadi dan 1 esensi. Kesalahan ini muncul dalam bidat saksi Yehovah maupun bidat Arianisme pada jaman permulaan gereja. Dalam kecenderungan demikian, Allah Bapa menjadi Allah yang ‘sesungguhnya’ sedangkan Allah anak dan roh kudus menjadi allah turunan. Kesalahan lain dalam kecenderungan demikian adalah kesalahan modalisme, di mana Allah akhirnya dikatakan hanya memainkan peran yang berbeda pada saat yang berbeda, dan tidak dapat hadir di beberapa tempat dalam waktu yang bersamaaan (seperti dalam analogi seorang yang menjadi suami di rumah, pekerja di kantor, sopir di jalan).

Sering kita memakai berbagai macam analogi untuk menolong kita mengerti sifat Tritunggal Allah. Kita boleh-boleh saja memakai analogi tetapi tiap analogi memiliki keterbatasan-keterbatasan masing-masing dan tidak ada analogi yang dapat menolong dalam mendefinisikan dengan sempurna.

Kita melihat bahwa dalam esensi Allah yang satu, ada 3 pribadi yang jelas distinct atau berbeda, dan tiap pribadi menjalankan fungsi masing-masing dan bahkan ada juga semacam ordo (dimengerti sebagai keteraturan, bukan sebagai pangkat atau tingkat kepentingan). Allah Anak diutus oleh Allah Bapa dan taat kepada kehendak Allah Bapa. Roh Kudus diutus oleh Allah Bapa dan Allah Anak untuk memuliakan Allah Anak.

Tiga pribadi Allah terlihat jelas dalam segala doktrin dan aspek Kekristenan. Dalam karya penciptaan dunia, kita mengerti bahwa dunia diciptakan oleh Allah Bapa melalui Firman (Allah Anak) dan dikatakan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air (Kej 1:2). Ayat ini lebih tepat diartikan dalam suatu gambaran bahwa Roh Allah menaungi ciptaan seperti seekor ayam betina menaungi anak-anaknya yang baru menetas. Dalam karya penebusan, Allah Bapa merencanakan penebusan, Allah Anak menebus kita dari murka Bapa (bukan menebus kita dari setan atau dosa) dan jasa penebusan itu diterapkan dalam hati kita melalui Roh Kudus. Dalam doa kita, kita minta kepada Allah Bapa, melalui perantaraan Allah Anak yang menjadi wakil atau iman kita di hadapan Allah Bapa dan kita dimampukan oleh Roh Kudus untuk berkata-kata dalam doa kita.

Dengan melihat Allah Tritunggal yang saling mengasihi di dalam kekekalan, kita juga bisa belajar mengerti akan manusia yang diciptakan sebagai peta teladan Allah sebagai makhluk sosial yang tidak seharusnya hidup sendirian tetapi hidup dalam suatu komunitas dan relasi yang saling mengasihi.

(Ev. Steve Hendra)
ringkasan PA belum dikoreksi oleh pembicara

Ringkasan PA 16 Mei 2009

Hari Ketujuh (Katekismus Heidelberg)
Q. 20. Apakah semua manusia yang mati di dalam Adam diselamatkan oleh Kristus?
A. Tidak; (a)
Hanya mereka yang diperanakkan di dalamNya, dan menerima semua berkatNya dengan iman sejati (b)

(a) Mat.7:14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya
(b) Yoh 1:12 Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya.
Ibr 11:6 Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.

Adam subjected all to condemnation, but Christ saves only a portion. It does not mean that the satisfaction of Christ is imperfect or insufficient. Christ atonement is sufficient for all but efficient for some.
The power of Adam’s sin reaches all his posterity due to fault in men themselves who embrace the sin of Adam by birth and imitation.
Those who are saved are those who believe and lay hold of and embrace the benefit of Christ.
And why do those who believe, believe? This is a higher and deeper question: “God has mercy on whom He has mercy, and He hardens whom He will harden” Rom 9:18

Q. 21. Apa yang dimaksud dengan iman sejati?
A. Iman sejati tidak hanya mencakup pengetahuan, di mana aku mengakui sebagai benar semua yang Tuhan telah wahyukan ke kita di dalam FirmanNya, (a), tetapi juga mencakup suatu keyakinan, (b) yang dikerjakan oleh Roh Kudus (c) melalui Injil di dalam hatiku; (d) bahwa bukan hanya untuk orang lain, tetapi untukku juga, pengampunan dosa, pembenaran yang kekal dan keselamatan, (e) diberikan oleh Tuhan, hanya karena anugerah, hanya melalui apa yang telah Kristus kerjakan. (f)

Ibr 11:1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.

Difference between faith and hope?
Faith makes those things hoped for present and real, and it is with faith that we can look forward to the consummation of the things hoped for.
Faith makes hope worth hoping for!

On Faith
- Faith is not: subjective (according to our own imagination), optimism (eg Power of Positive Thinking from Norman Vincent Peale, no object of faith), a jump in the dark (without evidence)
- Causes of Faith: efficient cause: the Holy Spirit, instrumental cause: the word of God => preaching of the Gospel
(d) 1 Kor 1:21 Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.
- Object of faith: Christ
(f) Rom 3:24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.
- Subject of faith: human, in particular our understanding, will and heart
- End goal of faith: glory of God and our salvation

Kinds of faith
- Historical faith: mere acknowledgment of things God is said to have done, now does or will do. (the kind of faith that Satan and Simon Magus in Acts 8 have)
(a) Yak 2:19 Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.
- Temporary faith: agreement with the truth, accompanied with profession and joy, but not with a true abiding joy. It endures only for a time and in seasons of affliction dies away (parable of the sower, Mat 13)
- Justifying faith: consists in true knowledge and assured confidence
(b) Eph 3:12 Di dalam dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadaNya

Why sometimes I don’t ‘feel’ my faith, do I need to feel it?
Things that a true believer (received justifying faith) experiences:
(e) Gal 3:11, Rom 1:17, Heb 10:38 The just shall live by faith
- He believes that the Scripture is true and from God
- Hence he believes in the content of the Scripture and to embrace it -> doctrinal test
- He applies to himself the promise of grace, free remission of sins, righteousness and eternal life
- He trusts and rejoices in the present and future grace of God
- Joy which is accompanied with peace of conscience arises in his heart
Rom 5:1 Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.
Ibr 4:16 Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.
- Then he has a will and earnest desire to obey all the commands of God, and is willing to endure patiently whatever God may send upon him. (those who know God will increasingly lead righteous lives and to love others) -> moral test and social test
He that believes, is conscious of the existence of his faith
(I know whom I have believed, 2 Tim 1:12; He that believes on the Son of God, has the witness in himself, 1 John 5:10)

When do we not need faith?
When we do not have struggle, or hope, when we are self-sufficient
How and when do we exercise our faith?
Perjalana iman Abraham (Ibr 11:8-19)
- Dipanggil keluar dari tanah Ur -> karena iman, Abraham taat. Resiko: tidak mengetahui tempat yang ia tujui
- Karena iman, ia diam di tanah yang dijanjikan seolah-olah itu tanah asing, ia tinggal dalam tenda (ia mengalami kelaparan, peperangan dan janji pemberian tanah tidak terpenuhi dalam waktu hidupnya), tapi ia percaya janji Tuhan.
- Karena iman, mereka beroleh kekuatan utk menurunkan anak cucu (percaya bahwa Tuhan yang berjanji memberikan keturunan seperti bintang dan pasir akan memenuhinya)
- Karena iman, ia mempersembakan Ishak, anaknya yg tunggal. Ia beriman bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang2 sekalipun mereka telah mati.

Q. 22. Hal apa yang perlu dipercayai oleh seorang Kristen ?
A. Semua hal yang dijanjikan kepada kita di dalam injil, (a) yang diajarkan dalam artikel-artikel pengakuan iman kita.

Mark 1:15 kataNya:”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”
Yoh 20:31 tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalaml namaNya.

Faith cannot rely on anything but the Word of God, as an immovable foundation. Human traditions, ordinances of popes, decrees of councils, and miracles are excluded from being the object of faith.

Q. 23. Apakah artikel-artikel tersebut?
A. Aku percaya kepada Allah, Bapa yang maha kuasa, khalik langit dan bumi
Dan kepada Yesus Kristus, anakNya yang tunggal, Tuhan kita
Yang dikandung oleh Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria
Menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut
Pada hari ketiga bangkit pula dari antara orang mati
Naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang maha kuasa
Dari sana Ia akan datang untuk menghakimi yang hidup dan yang mati
Aku percaya kepada Roh Kudus, gereja yang kudus dan am
Persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan orang mati dan hidup yang kekal

Apostle’s Creed surpasses many other confessions in importance and authority because:
- Almost the whole of it is expressed in the language of the Scriptures
- It is of the greatest antiquity, and was first delivered to the church by apostolic men (meaning either by Apostles themselves or by their disciples) and has been regularly transmitted down to present time.
There are those who suppose that the creed is formed by the Apostles themselves, each of whom furnished a certain portion of it. This, however, is not proven. It is considered as ecclesiastical writing (along with other creeds) but not divine (the Bible).

(Surya Kusuma)

Ringkasan PA 2 Mei 2009

Hari Keenam (Katekismus Heidelberg)
Q. 16. Why must he (our saviour) be very man, and also perfectly righteous?
A. Because the justice of God requires that the same human nature which has sinned, should likewise make satisfaction for sin; and one, who is himself a sinner, cannot satisfy for others.
Q. 17. Why must he in one person be also very God?
A. That he might, by the power of his Godhead, sustain in his human nature, the burden of God's wrath;
Q. 18. Who then is that Mediator, who is in one person both very God, and a real righteous man? A. Our Lord Jesus Christ: "who of God is made unto us wisdom, and righteousness, and sanctification, and redemption."
Kita membahas mengenai doktrin Kristologi yang erat kaitannya dengan doktrin Soteriologi (keselamatan). Dalam reformed theology, khususnya dalam teologi Calvin konsep keuntungan atau manfaat dari Kristus sangatlah kental. Sebenarnya tidak ada perpisahan atau separasi antara doktrin dan everyday living. Teologi tidak hanya memuaskan kehausan kognitif tetapi harus mempunyai aspek spiritual praktis, dan konsep ini dipegang terus oleh Calvin dan para Reformator lainnya. Adanya perpisahan mungkin terjadi ketika kita mulai menyelidiki teologi sebagai objek pengetahuan, bukannya merenungkan dan bermeditasi atas kebenaran Firman Tuhan.

Kita melihat di sini bahwa ada 2 natur dalam pribadi Kristus yang hanya satu, yaitu natur allah dan natur manusia. Konsep ini kebalikannya dari konsep Tritunggal, di mana Allah mempunyai 1 esensi tetapi 3 pribadi. Kita harus bisa menerima konsep 2 natur dalam satu pribadi ini sebagai suatu hal yang distinct but not separated (berbeda tetapi tidak berpisah). Distinct but not separated berarti bukan unity in uniformity, bukan juga distinct and therefore divided.

Manusia sering berusaha untuk mengerti konsep natur Allah dan natur manusia dalam satu pribadi ini dengan berbagai gambaran relasi atau hubungan, yaitu:
- Relasi either or: kalau bukan Allah, ya manusia (ini yang dipegang Islam)
- Relasi neither nor: bukan Allah, juga bukan manusia (a third something, akhirnya Yesus dipercaya sebagai divine human, tapi bukan Tuhan, bukan juga manusia)
- Relasi synthese: atau konsep kongsi (50%-50% atau proporsi lain), misalnya Yesus 50% Tuhan dan 50% manusia
- Relasi paradoks: relasi 100%-100%, yaitu Yesus adalah 100% Allah dan 100% manusia. Relasi paradoks ini juga berlaku dalam hubungan free will of man dan sovereignty of God.
Analogi yang bisa dipakai untuk membantu menjelaskan konsep 100%-100% ini adalah analogi audio. Misalnya ada 2 orang berbicara di dalam suatu ruangan, berarti ada 2 sumber suara. Kedua-dua sumber ini pada waktu yang bersamaan mengisi entity yang satu, yaitu ruangan tersebut dengan suara mereka, yang masih memiliki distinction masing-masing dan dapat dibedakan.

Alkitab selalu memunculkan natur Ilahi dan natur manusia dari Yesus dalam waktu atau kesempatan yang bergantian (konsep actual-potential). Contohnya: kita membaca mengenai transfigurasi Tuhan Yesus, Yesus membangkitkan Lazarus, Yesus berjalan di atas air, dlsb. Di sisi lain kita juga membaca mengenai Yesus yang lapar, haus, marah, menangis, dan dicobai. Ini karena keterbatasan kita sebagai manusia dalam ruang dan waktu. Contohnya, kita hanya bisa mengamati satu sisi dari coin pada suatu waktu tertentu. Ketika kita mau mengamati sisi yang lain, kita harus menggunakan waktu yang lain. Kita menyebut waktu ini kairos (kesempatan).

Sekarang kita balik kembali memikirkan, apakah keuntungan bagi saya untuk mengenal Yesus yang mempunyai 2 natur ?
- Pertama, kita mendapatkan penghiburan yang luar biasa, karena kita memiliki imam besar yang mendamaikan dosa kita dengan Allah Bapa, dan imam besar ini sendiri telah menderita karena pencobaan, maka itu Ia dapat menolong mereka yang dicobai. (Ibr 2 :17-18)
- Kedua, kita mempunyai pengharapan yang luar biasa, karena kuasaNya yang besar, Ia dapat mendamaikan dosa seluruh bangsa (Ibr 2 :17).

Kita harus selalu memegang keseimbangan antara dua natur ini, karena kalau kita jatuh ke salah satu excess maka kita akan menjadi timpang. Kalau kita terlalu miring ke natur manusia dari Yesus, maka kita akan menjadi humanist dan melihat Tuhan Yesus yang selalu pengertian, understanding, maklum, dan sampai-sampai memaklumi dosa dan kesalahan kita. Ini yang menjadi bahaya yang dialami di negera-negara di Eropa yang terlalu menekankan natur manusia Tuhan Yesus sehingga akhirnya terjerumus dalam humanism sekuler. Sebaliknya, kalau kita hanya menekankan sisi ilahi dari Yesus maka kita akan melihat Tuhan yang transcendent, yang berkuasa, tetapi tidak melihat Tuhan yang berinisiatif mau datang ke manusia dan Tuhan yang personal dan berrelasi dengan manusia.

Diskusi sampingan :
Orang Kristen sering bilang bahwa tanpa Yesus manusia tidak bisa happy. Tapi banyak orang bilang bahwa dia happy-happy saja dalam hidupnya, walaupun dia tidak kenal Tuhan. Tapi kita bisa tawarkan the greatest happiness yang hanya bisa dialami di dalam Kristus (Yoh 10:10). Yang menjadi perenungan kita sebagai orang Kristen, sewaktu kita menawarkan the greatest happiness tersebut, apakah kita sendiri merasa happy di dalam Tuhan? Kalau tidak, bagaimana kita menawarkannya kepada orang lain?
(Pdt. Billy Kristanto)
Ringkasan PA belum dikoreksi oleh Pengkhotbah

Ringkasan PA 18 April 2009

Hari Kelima (Katekismus Heidelberg)

Q. 12. Menurut penghakiman Tuhan yang adil, kita sepatutnya menerima hukuman sementara dan kekal. Apakah tidak ada jalan di mana kita dapat menghindari hukuman tersebut dan dapat diterima kembali oleh Tuhan?
Tuhan akan menuntut keadilanNya dipenuhi: (a) dan karena itu kita harus memenuhinya dengan diri kita sendiri atau dengan yang lain. (b)
(a) Ezek.18:4 Behold, all souls are mine; as the soul of the father, so also the soul of the son is mine: the soul that sinneth, it shall die.; Matt.5:26 Verily I say unto thee, Thou shalt by no means come out thence, till thou hast paid the uttermost farthing.; Luke 16:2 And he called him, and said unto him, How is it that I hear this of thee? give an account of thy stewardship; for thou mayest be no longer steward.
(b) Rom.8:3,4 For what the law could not do, in that it was weak through the flesh, God sending his own Son in the likeness of sinful flesh, and for sin, condemned sin in the flesh: v4 That the righteousness of the law might be fulfilled in us, who walk not after the flesh, but after the Spirit.


Ada berapa cara untuk memenuhi tuntutan keadilan Tuhan?
2 cara: dengan diri kita sendiri atau dengan orang lain - substitusi (metode yang dinyatakan dalam Injil dan diijinkan Tuhan dalam belas kasihanNya, dan tidak diajarkan di dalam Taurat, tetapi juga tidak dilarang, dan bahkan ada bayang2nya dalam upacara keagamaan Yahudi, eg. Im 16)

Apakah substitusi itu fair?

=> banyak keberatan2 dari orang yang tidak percaya (merasa diri lebih adil dari Allah, merasa diri mampu menanggung konsekuensi dosa sendiri) => implikasi: menganggap remeh dosa sendiri dan menganggap tinggi kemampuan sendiri
=> bersifat menumpulkan, menawarkan, membuat mudah (ciri khas konsep agama dari manusia) => konklusi: manusia dapat memberikan pembenaran terhadap diri sendiri
Sedangkan konsep Alkitab bersifat menegangkan, mengontraskan => manusia tidak mampu, hanya Tuhan yang mampu.

Apakah pembenaran untuk manusia mungkin?
Tidak mungkin bagi manusia, tapi mungkin bagi Allah.
Mungkin, hanya karena: kebaikan dan kasih Tuhan, hikmat Tuhan dan kuasa Tuhan yang tidak terhingga. Bahkan ketika Adam jatuh dalam dosa, Tuhan telah memberikan pengharapan keselamatan, yaitu keturunan wanita akan meremukkan kepala ular.

Q. 13. Dapatkah kita sendiri memenuhi tuntutan tersebut?
Tidak mungkin; malah kita setiap hari menambah hutang kita. (a)
(a). Job 9:2,3 I know it is so of a truth: but how should man be just with God? v3 If he will contend with him, he cannot answer him one of a thousand. ;Ps.130:3 If thou, LORD, shouldest mark iniquities, O Lord, who shall stand?

Bagaimana kita setiap hari menambah hutang kita?
Kita tidak dapat memenuhi tuntutan keadilan dari Tuhan dengan ketaatan karena kita gagal untuk mentaati Tuhan setiap saat. Ketaatan sekarang hanya cukup untuk menutupi tuntutan sekarang (moment by moment). Konsep double merit juga tidak berlaku (menabung ketaatan untuk memenuhi tuntutan sekarang dan masa depan). Setiap kali tidak taat kita menambah hutang, dan ini tidak dapat dibayar dengan ketaatan melainkan dengan hukuman.

Hukuman yang seperti apa yang dapat memuaskan keadilan Tuhan?
Dosa kita yang tak terhingga layak menerima hukuman yang tak terhingga (kematian kekal).

Bisakah kita menanggung hukuman sementara yang beratnya sama dengan hukuman kekal sehingga kita tidak perlu masuk ke kematian kekal?
Tidak.

Q. 14. Apakah dapat ditemukan, satu, yang hanya ciptaan, yang dapat memenuhi keadilan Tuhan demi kita?
Tidak ada, pertama karena Tuhan tidak akan menghukum makhluk lain karena dosa yang telah dilakukan manusia; (a) dan terlebih, tidak ada ciptaan yang dapat menanggung beban amarah Tuhan yang kekal terhadap dosa, sehingga ia dapat menyelamatkan orang lain dari hukuman tersebut. (b)
Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati (Ez 18:4),
karena itu Tuhan menuntut pemenuhan keadilan dari manusia sendiri, dan tidak dari ciptaan lain.
(b) Nah.1:2-6 Who can stand before his indignation? and who can abide in the fierceness of his anger? his fury is poured out like fire, and the rocks are thrown down by him.
Hukuman terhadap suatu ciptaan tidak mempunyai nilai yang cukup untuk menebus dosa kita.

Q. 15. Kalau demikian, mediator dan juruselamat seperti apakah yang harus kita cari?
Satu yang sesungguhnya adalah manusia, dan sempurna (a) dalam kebajikannya; (b) dan juga lebih berkuasa dari segala ciptaan; yaitu, satu yang sesungguhnya juga adalah Tuhan. (c)
(a) 1 Cor.15:21 For since by man came death, by man came also the resurrection of the dead.
(b) Heb.7:26 For such an high priest became us, who is holy, harmless, undefiled, separate from sinners, and made higher than the heavens
(c) Isa.9:6 For unto us a child is born, unto us a son is given: and the government shall be upon his shoulder: and his name shall be called Wonderful, Counsellor, The mighty God, The everlasting Father, The Prince of Peace.; Jer.23:5,6 Behold, the days come, saith the LORD, that I will raise unto David a righteous Branch, and a King shall reign and prosper, and shall execute judgment and justice in the earth. v6 In his days Judah shall be saved, and Israel shall dwell safely: and this is his name whereby he shall be called, THE LORD OUR RIGHTEOUSNESS.

Apakah mediator yang ’hanya’ Tuhan bisa menjadi juruselamat?
Tidak bisa karena:
- Manusia dan bukan Tuhan yang telah berdosa
- Mediator harus menderita dan mati untuk dosa2 manusia, sedangkan Tuhan sendiri tidak bisa menderita ataupun mati.
Kristus telah memenuhi tuntutan hukum dengan: ketaatanNya yang sempurna dan menanggung hukuman kita (Ia tidak menambah hutang manusia, tetapi menebus hutang kita) Kontras: kita berhutang tapi Kristus memiliki anugerah berkelimpahan. Konsep yang selalu benar: yang lebih baru bisa memberi kepada yang kurang.


Apakah syarat2 mediator yang dipenuhi Yesus?
Yesus sebagai Juruselamat yang mensubstitusikan kita memiliki syarat2 berikut:
- Ia tidak berdosa
- Ia mempunyai nature yang sama dengan mereka yang ia tebus
- Ia memberikan dirinya sendiri secara sukarela sebagai korban
- Ia dapat endure dan keluar sebagai pemenang dari hukuman ini (tidak ada ciptaan yang dapat menanggung hukuman temporal yang mempunyai bobot sama seperti hukuman kekal yang ditimpakan ke manusia dan juga kemudian dapat endure dan keluar dengan selamat dari hukuman yang demikian beratnya)
- Ia dapat memperbaharui dan menyucikan nature berdosa kita
- Ia mempunyai motivasi: kemuliaan Tuhan dan keselamatan bagi manusia

Semoga kita dapat semakin menghayati kebaikan dan kasih Tuhan, hikmat Tuhan dan kuasa Tuhan yang tidak terhingga. Dan juga ingat, bahwa kita telah dibayar dengan mahal, karena itu hendaklah kita terus bergumul untuk memuliakan Dia dalam hidup kita (I Kor 6:19-20)

(Surya Kusuma)


Ringkasan PA 4 April 2009

4. Lord's Day

Q. 9. Does not God then do injustice to man, by requiring from him in his law, that which he cannot perform?
A. Not at all; for God made man capable of performing it; but man, by the instigation of the devil, and his own wilful disobedience, deprived himself and all his posterity of those divine gifts.

Dikatakan bahwa manusia masuk dalam dosa bukan karena Tuhan tidak memampukan manusia untuk melakukan hukum yang diberikan, melainkan karena manusia sendiri yang tidak mentaati hukum yang diberikan Tuhan. Eph 4:24 menyatakan bahwa manusia baru itu diciptakan oleh Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.

Sering orang berkata bahwa orang mati dalam dosa bukan karena dosanya tetapi karena Tuhan yang tidak mau menyelamatkan. Pendapat demikian mirip dengan ilustrasi orang menyetir mobil yang mengebut kemudian dia tabrakan dan diambang kematian. Kemudian dokter datang ke lokasi kecelakaan, tetapi terlalu telat dan orang tersebut telah meninggal. Dalam keadaan demikian, si penyetir itu meninggal karena dia mengebut atau karena dokternya datang telat? Kita tentunya bilang dia meninggal karena mengebut. Demikian juga dengan keadaan kita yang mati dalam dosa karena keberdosaan kita sendiri, bukan karena Tuhan tidak menyelamatkan kita.

Point penting yang kita perlu ingat: we are saved by God’s grace but we are condemned because of our own sinfulness. Terkadang kita begitu ingin memasukkan kebenaran Firman dalam bentuk cause and effect di dalam logika kita, sehingga jadinya sulit bagi kita untuk melihat bahwa kedaulatan Tuhan dapat berjalan parallel dengan kebebasan manusia.

Dalam kasus lain, sering orang ‘membela’ Yudas yang dikatakan ikut serta dalam menggenapi rencana keselamatan Allah kepada manusia, sehingga ia tidak layak menerima hukuman. Tetapi harus ditekankan bahwa Yudas binasa karena ketidakpercayaan dia sendiri. Kita bisa melihat bahwa Yudas itu salah satu orang yang mendapat begitu banyak berkat di sepanjang sejarah manusia. Ia sempat menjadi murid Tuhan Yesus secara pribadi selama 3.5 tahun dan mengikuti, menyaksikan dan mendengarkan semua yang diperbuat dan dikhotbahkan dan dihidupi oleh Tuhan Yesus. Dan ia juga memiliki teman-teman sepelayanan seperti Yohanes, Petrus dan Yakobus dan murid-murid lainnya. Tetapi ia mengeraskan hatinya dan karena itu akhirnya ia mati di dalam dosanya.

Q. 10. Will God suffer such disobedience and rebellion to go unpunished?
A. By no means; but is terribly displeased with our original as well as actual sins; and will punish them in his just judgment temporally and eternally as he has declared, "Cursed is every one that continueth not in all things, which are written in the book of the law, to do them."

Hukum atau Law memberikan kita suatu patokan, jika kita melanggar maka kita akan dihukum.

Orang-orang sekarang agak takut akan yang namanya Law atau hukum, terutama mungkin di Eropa karena hukum dikaitkan dengan otoritarian yang sering dikaitkan dengan tipe pemerintahan otoritarian yang negativ seperti waktu Hitler. Sehingga lebih ada tendensi untuk memegang konsep kebebasan manusia daripada hukum yang seakan-akan mengekang.

Tiga fungsi hukum (sering diasosiasikan dengan penjara) yaitu:
- Mengurung penjahat agar tidak berbuat kejahatan selanjutnya
- Menghukum penjahat untuk kejahatan yang telah diperbuat
- Rehabilitasi penjahat untuk menjadi lebih baik

Kalau kita mengerti betapa seriusnya dosa dan bagaimana seharusnya kita dihukum dengan demikian berat (upah dosa adalah maut), maka kita tidak akan melihat anugerah Tuhan sebagai cheap grace (seperti yang diperingatkan Dietrich Boenhoffer).

Q. 11. Is not God then also merciful?
A. God is indeed merciful, but also just; therefore his justice requires, that sin which is committed against the most high majesty of God, be also punished with extreme, that is, with everlasting punishment of body and soul.

Tetapi bukankah God is merciful? Benar, tetapi kita tidak boleh melupakan bahwa God is also just. Sering dipolarisasikan bahwa God’s love dinyatakan ke believers sedangkan God’s anger dinyatakan ke non-believer. Tetapi kita jangan mengesampingkan adanya God’s anger terhadap believer juga.

Kita mengenal Tuhan yang tidak berubah, itu betul, tetapi kita tidak bisa mengesampingkan hubungan yang dinamis juga antara Tuhan dan manusia. Pada saat tertentu Tuhan berkenan kepada umatNya, yaitu ketika mereka melakukan kehendakNya. Pada saat umatNya melawan, amarah Tuhan juga nyata akan umatNya. Ada dinamika dalam hubungan ini.

Demikian dengan kehadiran Tuhan juga. Tuhan maha hadir (omnipresent) tetapi kehadiran Tuhan tidak selalu sama. Tuhan hadir dalam kemurkaanNya ketika orang Israel menyembah lembu emas, tetapi Tuhan hadir juga dalam kesucianNya di kemah Perjanjian. Kehadiran Tuhan di dalam gereja dan di tengah-tengah alam ciptaanNya juga tidaklah sama. Dengan demikian janganlah orang berkata bahwa dia tidak perlu ke gereja karena dia juga dapat menikmati keberadaan Allah ditengah-tengah keindahan alam yang dia alami di gunung pada hari Minggu.

Tuhan penuh dengan belas kasihan, dan sebagai orang Kristen yang telah menerima belas kasihan Tuhan, kita harus menjadi reflektor (seperti bulan yang adalah reflektor sinar matahari) akan belas kasihan Tuhan kepada orang lain. Orang Kristen yang bertumbuh akan belajar menanggung orang lain. Sewaktu kita masih bayi dalam iman, orang lain yang menanggung kelemahan kita. Setelah kita dewasa, kita belajar menanggung kelemahan orang lain. Paulus sendiri memberikan contohnya dalam hal ini. Ia begitu sabar terhadap jemaat di Korintus yang begitu bermasalah. Lain halnya dengan orang Farisi. Orang Farisi sendiri sebenarnya belumlah menerima belas kasihan daripada Tuhan, karena mereka merasa dengan sendirinya mampu memenuhi Taurat. Mereka tidak pernah melihat kelemahan atau kegagalan sendiri sehingga tidak merasa perlu menerima belas kasihan dari Tuhan. Dengan demikian, mereka tidak mungkin bisa menunjukkan belas kasihan kepada orang lain.

Dalam mencari gereja, baiklah kita pergi ke gereja di mana doktrin yang benar diajarkan. Kalau doktrin di gereja sudah salah, baiknya kita pindah saja. Tetapi jikalau kemudian kita mendapatkan gereja dengan doktrin yang benar, tetapi pemimpin gereja mempunyai kelemahan tertentu, hendaklah kita sebagai jemaat dan pendengar belajar rendah hati dan masih mau belajar dari kebenaran Tuhan. Tuhan Yesus sendiri mengatakan dalam Matius 23 agar murid-muridnya mendengarkan dan melakukan apa yang diajarkan oleh orang-orang Farisi tetapi jangan melakukan seperti apa yang dilakukan orang Farisi. Kebenaran Firman Tuhan adalah tetap dan menjadi patokan bagi kita semua.

Dari pembawa Firman sendiri harus ada tuntutan diri yang lebih, sehingga action/tindakan kita harus semakin mendekati perkataan kita. Pembawa Firman yang demikian akan semakin dipakai Tuhan dalam pelayanannya dan semakin diberikan kuasa dari Tuhan.
Pdt. Billy Kristanto
(ringkasan belum dikoreksi oleh pengkhotbah)