Pdt. Billy Kristanto
Di dalam urutan kanonisasi Perjanjian Lama, kitab Ruth terletak di antara kitab Hakim-hakim dan kitab 1 dan 2 Samuel, yang berkaitan dengan kitab 1 dan 2 Raja-raja, karena Samuel dipakai Tuhan untuk mengurapi raja-raja, baik Saul maupun Daud. Ayat pertama bukan hanya sekedar memberi konteks, melainkan juga adalah suatu keterangan yang penting. Di dalam zaman hakim-hakim, ada pattern yang terus menerus terulang, yakni bagaimana keadaan orang pada saat itu, yang hidup sesuai kehendak masing-masing karena tidak ada pemimpin. Pattern-nya adalah, di dalam keadaan yang aman, mereka menjadi murtad (apostasy), kemudian Tuhan memberikan hukuman dengan bencana, serangan bangsa kafir dan lain sebagainya. Mereka ke dalam dalam penderitaan. Setelah hukuman mereka bertobat, lalu dipulihkan. Setelah dipulihkan, mereka murtad lagi dan seterusnya. Pattern ini terulang pada zaman hakim-hakim. Satu pattern yang tampaknya sulit untuk kita percaya karena kita melihat mereka begitu bebal. Tapi sebenarnya, hidup kita tidak jauh berbeda dengan mereka.
Betlehem berarti rumah roti. Sesuatu yang ironis, satu sindiran yang dilakukan oleh Tuhan sendiri di Betlehem, ketika terjadi kelaparan di sana. Arti dari Mahlon dan Kilyon adalah lemah dan sakit-sakitan. Nama-nama ini memberikan satu indikasi hal yang akan terjadi di dalam hidup mereka setelah hal tersebut. Kalau kita memikirkan bahwa konteks ini di dalam zaman hakim-hakim, bukankah seharusnya di dalam keadaan penghukuman, mereka sebagai satu bangsa, umat Allah, seharusnya bersama-sama melakukan introspeksi akan dosa mereka di hadapan Tuhan ketika Tuhan mendatangkan kelaparan dan bertobat, lalu kembali dipulihkan Tuhan? Tetapi keluarga ini malah pergi ke Moab. Tidak asing bagi kita: lari ketika ada kesulitan.
Waktu mereka pergi ke Moab, masalah makanan memang bisa terselesaikan, tetapi masalah lain datang. Urusan hidup manusia bukan hanya sekedar roti. Orang yang hanya memikirkan roti, keamanan dan hidup yang lbh layak berpikir spt orang yang tidak mengenal Tuhan. Kesulitan yang mereka hadapi ialah tidak adanya orang Yahudi di situ, sehingga Mahlon dan Kilyon harus menikah dengan wanita kafir. Biblical scholars historis-kritis membenturkan 2 bagian ini, dengan mengutarakan satu thesis: Rut mewakili open Judaismkarena memberikan gambaran yang positif pernikahan antar bangsa, sementara Nehemia dan Ezra mewakili closed Judaism, pernikahan eksklusiv di antara bangsa Israel. Saya percaya, kalau kita melihat secara keseluruhan kanonikal, bagian ini tidak berbenturan dengan teori Ezra-Nehemia, yaitu memang pernikahan dengan bangsa kafir pada dasarnya dilarang. Gambaran yang positif tentang Rut itu sama sekali tidak mengatakan bahwa pernikahan dengan orang kafir menjadi benar. Pergumulan Yakub mendapatkan hak kesulungan adalah sesuatu yang baik di hadapan Tuhan.Tetapi dia menipu untuk mendapatkan bagian itu. Tuhan tetap memberkati, tetapi Tuhan tidak memberkati bagian penipuannya. Alkitab tidak memberikan dukungan bahwa apapun caranya, asal tujuannya benar, maka semuanya jadi dikuduskan oleh tujuannya. Demikian juga dengan kitab ini. Kitab ini memang akhirnya dipakai di dalam suatu pengertian agama Yahudi yang menyebabkan mereka mulai berpikir bahwa keselamatan bukan hanya bagi bangsa Israel saja, tetapi juga bagi semua bangsa. Ketika manusia telah berbuat salah dan tetap ada berkat serta kebaikan di dalamnya tidaklah membenarkan tindakan kesalahan tsb. Sebaliknya, itu hanya menyatakan kekayaan anugerah Tuhan. Di dalam kisah Rut, kita melihat Tuhan memiliki suatu rencana yang melampaui kesalahan keluarga Elimelekh, karena kasih karunia Tuhan selalu melampaui keberdosaan atau ketidakmampuan manusia.
Ketika kita lari dari kesulitan yang satu, jangan kita berpikir tidak ada kesulitan yang lain. Itu pikiran yang terlalu naïf karena hidup ini bukan sekedar tidak ada kerusuhan atau mencari keamanan. Waktu keluarga Elimelekh pergi, bersama kedua anak dan istrinya, satu persatu anggota keluarganya dipanggil oleh Tuhan. Setelah 10 tahun, Tuhan juga mengambil Mahlon dan Kilyon. Di dalam gambaran seperti ini, ayat 6 mengatakan bahwa “The Lord has visited His people.” Sayang sekali keluarga ini tidak ikut di dalam pergumulan pertobatan yang terjadi di dalam Israel. Mereka malah mengalami kesulitan yang lebih besar lagi, persoalan tentang keluarga. Dan bukan hanya persoalan keluarga, karena pada waktu tinggal hanya kaum perempuan, berarti tidak ada penerus dan keluarga ini terancam ‘punah’. Di dalam kesulitan seperti ini, Naomi tidak bisa lagi menanggungnya, sehingga dia berkata kepada kedua menantunya supaya mereka kembali kepada their mother house. Istilah returndi dalam bahasa aslinya sub (bwv) muncul 12 kali, berarti seperti orang yang bertobat, kembali kepada Tuhan. Tetapi ini dipakai oleh Naomi, dengan mengatakan kepada Rut dan Orpa untuk kembali kepada dewa-dewa mereka yang dulu. Di dalam penderitaannya, Naomi yang tidak bisa mencerna bagian itu bersama Tuhan, menjadi sangat negatif di dalam gambarannya tentang Tuhan dan tentang kehidupan ini. Seorang perempuan Israel tetapi tidak memberikan contoh yang baik di dalam keadaan yang seperti ini.
Melalui respon pertama kedua menantunya, Tuhan secara tidak langsung menyadarkan Naomi bahwa penggunaan kata tersebut – ironisnya - justru lebih dipakai secara benar oleh menantunya yang berasal dari tanah kafir: return with you with your people. Tetapi di dalam ayat 11 Naomi mengatakan, “Turn back my daughters. Why will you go with me? Turn back.” Satu gambaran seorang yang kelelahan. Orang yang di dalam penderitaan menjadi terkuras habis, melihat diri sebagai korban (victim). Di dalam kehidupan kita, hal seperti ini bisa terjadi. Ada semacam tekanan untuk harus terus memberi dan melayani. Dan bagian ini diuji pada waktu penderitaan.Di dalam penderitaan kita bisa mengatakan bahwa Tuhan mau mendidik kita untuk tetap bisa melayani, tersenyum dan memberi, dsb. Itu tidak salah. Tetapi di dalam penderitaan juga adalah saat kita berhenti memberi dan memberikan diri kita untuk ditolong oleh orang lain! Sulit untuk memberi dengan benar jika hati merasa kita adalah victim. Tuhan tidak kekurangan kalau kita tidak memberi. Yang ada di dalam pikiran Naomi adalah, bagaimana dia bisa menolong, sehingga dia akhirnya kelelahan sendiri karena tidak lagi memiliki relasi yang baik dengan sumber segala berkat, yang memampukan manusia memberi dengan benar dan sukacita. Inilah akar permasalahan di dalam kehidupan Naomi.
Apakah tangan Tuhan benar-benar teracung kepada dia? Atau ini gambaran negaitf yang diproyeksikan Naomi kepada Tuhan di dalam penderitaannya? Salah satu ujian di dalam kesulitan dan penderitaan adalah gambaran kita tentang Allah (God’s picture). Pandangan tentang kedaulatan Tuhan dari perspektif Kristen seharusnya membuat kita berbeda dengan mereka yg tidak mengenal Tuhan. Perbedaannya: kita berani meresponi penderitaan tersebut secara jujur di hadapan Tuhan. Kita mengenal kitab Ayub, yang menceritakan keadaan realistis seorang menderita yang meresponi penderitaannya di hadapan Tuhan. Memang ada bagian yang dikoreksi oleh Tuhan sendiri, tetapi ada juga bagian yang dinilai positif oleh Tuhan, karena menyatakan suatu reaksi yang jujur dan keinginan Ayub berelasi dengan Tuhan. Gambaran Naomi tentang Tuhan di dalam konteks penderitaannya, adalah gambaran Tuhan yang mengacungkan tangan-Nya kepada dia, yang mungkin terjadi karena guilty feeling tidak ikut di dalam pergumulan bangsa Israel (ketika ditimpa masa kelaparan). Satu proyeksi daripada pikiran sendiri diterapkan kepada Tuhan. Kerusakan seperti ini membawa dia ke dalam satu keadaan yg tanpa pengharapan dan sukacita, tidak bisa lagi memberi, namun tetap ada pressureharus memberi dan melayani. Kehidupan seperti ini menciptakan keagamaan yang artificial (baca: palsu!), artificial spiritual growth dan akhirnya kemunafikan. Dia seharusnya instropeksi, tetapi dia tidak melakukannya, malahan dia menjadi pahit dan marah.
Yang lebih kacau: doktrin Allah yang kacau dari Naomi akhirnya berhasil ‘mengusir’ Orpa. Begitu kata Yahweh keluar dari Naomi, Orpah langsung pergi, karena ia tidak melihat pengharapan pada Tuhan Israel, setelah melihat orang Israel sendiri yang mengatakannya. Tetapi Rut tetap berpaut kepada Naomi. Dia mengatasi doktrin Allah yang kacau dari Naomi, juga keluhan-keluhannya. Tuhan sering mengirim orang yang suka mengeluh sebagai salah satu cara mendewasakan kita, apakah kita terhasut atau mengatasi unek-unek orang tersebut. Di dalam hal ini Rut mengatasinya. Orang dari tanah kafir, yang seharusnya tidak mengenal Yahweh diam-diam menyaksikan bagaimana keluarga Elimelekh tetap beribadah kepada Tuhan, sekalipun di tanah asing. Ada sesuatu yang membekas di dalam kehidupan Rut, sehingga Rut tidak goncang seperti Orpa. Rut mengakarkan imannya kepada Tuhan, bukan kepada Naomi. Orang yang imannya berakar kepada manusia akan mudah sekali kecewa. Berapa banyak orang tidak percaya, tidak mau menjadi Kristen karena kecewa dengan orang-orang Kristen? Berapa banyak orang-orang di dalam kekristenan yang kecewa kepada orang Kristen yang lain atau mungkin kepada hamba Tuhan dan akhirnya meninggalkan gereja? Imannya tidak berakar kepada Tuhan. Ada sesuatu yang baik waktu Tuhan mengizinkan kita tidak bisa lagi percaya kepada orang lain. Itu adalah saat pendewasaan yang mungkin Tuhan mau kerjakan di dalam kehidupan kita, untuk mengakarkan iman kita kepada Tuhan dan bukan kepada manusia. Rut bisa berpaut kepada Naomi pasti karena dia terlebih dahulu berpaut kepada Tuhannya Naomi. Rut tidak mau melepaskan Naomi. Ini bukan hanya solidaritas seperti yang orang-orang humanist tafsirkan, tetapi juga terutama iman yang berakar kepada Tuhan. Reaksi Naomi berikutnya seperti orang yang tidak percaya, menyuruh Rut pulang seperti Orpa, kepada bangsanya dan terutama kepada dewa-dewanya. Rut yang berasal dari tanah kafir yang seharusnya lebih junior, justru menyatakan iman yang lebih besar kepada Tuhan.
Rut mengatakan kalimat yang sangat indah pada ayat yang ke-16, yang berbeda dengan ayat ke-10 (we will return with you to your people). Ayat 10 hanya membicarakan solidaritas bangsa. Namun, solidaritas bangsa tidak membawa ke mana-mana. Kita tidak diselamatkan di dalam Israel. Ayat 16 mengandung iman yang melampaui solidaritas terhadap bangsa.
Kita kagum dengan manusia yang berhasil mengatasi batasan-batasan ras. Celaka kalau orang Kristen tidak lulus dalam bagian ini. Namun yang dimiliki oleh Rut – berbeda dengan Orpa – bukan hanya sekedar solidaritas bangsa. Di dalam hati Rut sebenarnya tersimpan satu sikap ibadah yang dalam. Kalimat itu sebenarnya menjadi satu tusukan untuk Naomi, yang gambarannya tentang Allah sudah kacau luar biasa, sehingga harus ditolong oleh orang seperti Rut yang lebih belakangan mengenal Tuhan. Dalam hal ini Rut lebih dewasa disbanding Naomi yang sudah lama beribadah kepada Tuhan. Setelah kalimat ini dikatakan, Naomi tidak bisa apa-apa. Sekalipun bukan perkataan langsung dari Naomi ataupun Rut, ay. 18 adalah suatu sisipan keterangan penulis yg menyatakan keadaan Naomi yg tidak melihat iman Rut kepada Tuhan. Dia hanya melihat bahwa Rut bersikeras mau pergi dengan dia. Pikirannya tidak berakar kepada Tuhan.
Ayat ke-17 merupakan suatu ayat yang sangat indah yang sering dipakai di dalam pernikahan (if anything but death parts me from you). Keluar dari konteks asalnya? Di dalam keadaan penderitaan seperti itu, Rut yang memiliki iman yang benar, siap ‘hancur’ bersama Naomi (where you die I will die). Itu yang disebut kasih yg sejati. Hal ini kontras dengan keadaan keluarga Naomi, yang ketika di dalam kesulitan, pergi ke Moab . Di dalam keadaan kesulitan, justru Naomi yang menyuruh Rut meninggalkan dia (seperti yang dia lakukan ketika Israel menderita kelaparan), sedangkan Rut tidak meninggalkan dia. Ini tentu saja lebih dari sekedar solidaritas, tapi orang yang betul-betul mau hidup bersama-sama, bahkan di dalam proses menuju kehancuran sekalipun, “where you die I will die and there will I be burried.” A van de Beek dlm artikelnya Calvinism as an ascetic movement menyatakan bahwa kehidupan kristen adalah kehidupan seperti Kristus yang menyertai kejatuhan manusia sebagai ekspresi kasih yg sejati. Kasih bukanlah usaha untuk mengembangkan potensi menjadi self-actualization mencapai achievements ini dan itu. Itu narcissistic yang terselubung, bukan kasih. Yesus datang ke dunia bukan untuk achieve something tapi justru untuk kehilangan diri-Nya sendiri. Yesus mempunyai ruang gerak yang sangat bebas di Surga tetapi Dia mengikat diri-Nya di bumi. Tetapi setan sudah diberi ruang gerak sangat besar namun dia merasa tetap tidak kurang ruang gerak dan mau lebih besar lagi. Reason for our being bukan untuk menyatakan betapa banyaknya yang saya bisa achieve selama di dunia ini, melainkan: berapa dalam saya telah menyertai proses kejatuhan / kegagalan sesama saya. Apakah ini merupakan glorification of suffering? Bukan, melainkan penderitaan karena kasih yang tulus. Karena kasih yg sejati adlh kasih yg berkorban. Bagi Rut, Moab lebih menjanjikan kalau dipikir dari perspektif manusia. Dia adalah orang Moab dan bisa menikah lagi dengan orang Moab . Tidak seperti di Israel dengan model keagamaan yang sangat eksklusif terhadap orang dari bangsa kafir. Tetapi, Rut, seperti Yesus Kristus, menyertai proses kejatuhan Naomi. Ada satu kerinduan dan kesiapan untuk berjalan bersama-sama dengan Naomi.
Ketika Naomi kembali ke Bethlehem , orang-orang shock karena melihat Naomi. Mereka shock bukan karena sekedar lama tidak bertemu. Ada sesuatu yang sangat mengejutkan yang ada pada diri Naomi (mungkin wajahnya ataupun penampilannya). Naomi di dalam bahasa aslinya berarti pleasant. Orang-orang itu masih mengenali Naomi, tetapi di sisi yang lain mereka juga bertanya-tanya apakah dia betul Naomi. Sekali lagi, di dalam kepahitan dan kemarahannya, Naomi mengatakan kepada mereka untuk tidak memanggilnya Naomi. Pleasant itu sudah lewat dan yang ada sekarang hanya kepahitan, sehingga ia meminta dipanggil Mara yang dalam bahasa Ibraninya berarti pahit. Ada 2 macam reaksi orang yang tidak bisa keluar dari kesulitan dan kebencian masa lampau. Yang pertama adalah balas dendam. Jenis reaksi yang lain, yang seringkali dianggap lebih lunak, adalah traumatis. Traumatis memang lebih baik daripada balas dendam, tapi tetap merupakan kegagalan keluar dari masa lampau. Dia tidak bisa menutup apa yang terjadi di dalam masa lampaunya. Ketika ada sentilan-sentilan kesulitan muncul, langsung mengeluarkan kalimat sarkastik. Di dalam bagian ini, kalimat Naomi jelas menyatakan ketidakpercayaan, kepahitan karena tidak bisa menutup masa lampaunya.
Di dalam ayat ke-21 Naomi mengatakan, “I went away full and the Lord has brought me back empty.” Dia pergi karena tidak ada makanan. Dia hanya melihat bagian yg mau dia soroti saja, yaitu anggota keluarganya, yang tidakreally full juga karena anak-anaknya belum menikah. Ketika dia kembali, juga tidak benar-benar empty. Dia mendapat berkat yang begitu besar yaitu Rut yang memiliki iman yg dewasa kepada Yahweh. Dia tidak melihat bagian ini. Dia tidak melihat anugerah Tuhan yang masih ada pada dia. Yang dilihat selalu bagian yang kurang. Ini ciri khas orang yang pahit dan tidak percaya lagi kepada Tuhan. Bersamaan dengan itu kepekaan terhadap anugerah Tuhan juga hilang. Hal ini kontras dengan kalimat yang diucapkan oleh Ayub, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan”, yang adalah pengakuan yang sederhana, tapi merupakan kristalisasi dari teologi anugerah. Ketika kita sakit, bangkrut atau lain sebagainya, kita memiliki dua pilihan: mengikuti teologi Naomi atau Ayub. Naomi lagi-lagi tidak bisa menjadi berkat. Padahal, di ayat yang ke-22, Tuhan sudah mempersiapkan suatu masa depan yang cerah bagi Rut dan juga Naomi, memulihkan kembali keluarga Naomi yang hampir lenyap. Tuhan bisa memberikan kembali pengharapan. Despite keadaan yang hancur seperti ini, still ada God’s goodness. Kalau kita peka, dengan rendah hati, kita bisa melihat ada pekerjaan Tuhan, termasuk juga di negara-negara yang paling kita anggap tidak maju dan ketinggalan. Di sisi yang lain, di dalam keadaan yang seolah paling diberkati, kehadiran Tuhan ada di sana, bukan tidak ada kelemahan, krn bagaimanapun dunia tetap bukanlah Firdaus.
Setting in life (Sitz im Leben) dari kitab Rut adalah harvest, suatu peristiwa sederhana. Banyak orang Reformed membaca kitab Rut dari perspektif covenantal theology, bagaimana rencana Tuhan di dalam silsilah keluarga Yesus Kristus, menyertakan Rut. Atau dari perspektif inclusion of gentile, seperti versi Matius. Itu suatu Christian perspective. Tapi orang Yahudi sendiri mempunyai perspective yang lain. Mereka melihatnya di dalam perspektif keseharian, di dalam hal yang sederhana, harvest, musim penuaian. Bagi orang Yahudi segala sesuatu adalah sakral. Tidak ada yang keluar dari wilayah sacral, tidak ada yang disebut dengan sekuler. Krn itu, bukan hanya Rut tapi juga Kidung Agung adalah sakral untuk orang Yahudi. Pada waktu mereka menghayati kitab Rut, mereka ingin mengaitkan bagaimana Tuhan mengaruniakan harvest di tengah-tengah jaman yg sulit. Tuhan tetap bekerja. Apalagi kalau menghayati bagian ini pada waktu orang Israel dibuang, di dalam penjajahan Babilonia, seperti mirip dengan gambaran Naomi yang pahit. Tetapi di Babilonia tetap ada harvest. Waktu mereka menuai, mereka baca lagi Rut.Despite keadaan seperti ini, Tuhan sedang menyediakan masa depan yang cerah, selalu ada pengharapan. Kita sebagai orang percaya tidak boleh berhenti berharap. Ketika melihat matahari terbit kita seharusnya ingat bahwa “Great is Thy faithfulness”, bukan hanya ketika kita mendapat jln keluar dari pergumulan. Orang Yahudi belajar untuk menghitung berkat Tuhan di dalam hal-hal yang paling sederhana, dalam rutinitas musim. Itu membangkitkan iman mereka bahwa Tuhan setia. Berapa di antara kita yang mengatakan bahwa Tuhan itu setia, dengan melihat hal-hal yang rutin terjadi? Pada waktu ada makanan, bisakah kita mengaitkan rutinitas, everydayness, sehari-hari seperti orang Yahudi, yang mengatakan, “Inilah Tuhan yang masih memberikan kepada kita pengharapan.”
Tuhan sangat sabar di dalam membentuk Naomi. Pada bagian akhir dari kitab Rut, Tuhan memulihkan kondisi dan kepahitan yang ada pada Naomi. Naomi dipeluk sedikit demi sedikit sampai akhirnya dia bisa melihat pekerjaan Tuhan yang dinyatakan melalui keluarga ini, melalui pernikahan Rut dan Boas, serta anak mereka yang menjadi nenek moyang dari Raja Daud, dan juga Yesus Kristus. Satu masa depan yang sangat cerah sedang dipersiapkan oleh Tuhan bagi mereka yang bergumul dengan jujur menyelesaikan masa lampaunya. Mengatakan tidak ada kepahitan dan kesulitan mungkin menipu diri. Itu bukan kepercayaan yang realistis. Persoalannya bukan terletak pada ada tidaknya kekecewaan, melainkan apakah kita bisa menutup masa lampau tersebut bersama dengan Tuhan. Waktu kita bisa menutupnya dengan benar, kita akan punya mata untuk pengharapan yang ada di depan, yang Tuhan sedang persiapkan bagi kita masing-masing.