Q. 9. Does not God then do injustice to man, by requiring from him in his law, that which he cannot perform?
A. Not at all; for God made man capable of performing it; but man, by the instigation of the devil, and his own wilful disobedience, deprived himself and all his posterity of those divine gifts.
Dikatakan bahwa manusia masuk dalam dosa bukan karena Tuhan tidak memampukan manusia untuk melakukan hukum yang diberikan, melainkan karena manusia sendiri yang tidak mentaati hukum yang diberikan Tuhan. Eph 4:24 menyatakan bahwa manusia baru itu diciptakan oleh Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.
Sering orang berkata bahwa orang mati dalam dosa bukan karena dosanya tetapi karena Tuhan yang tidak mau menyelamatkan. Pendapat demikian mirip dengan ilustrasi orang menyetir mobil yang mengebut kemudian dia tabrakan dan diambang kematian. Kemudian dokter datang ke lokasi kecelakaan, tetapi terlalu telat dan orang tersebut telah meninggal. Dalam keadaan demikian, si penyetir itu meninggal karena dia mengebut atau karena dokternya datang telat? Kita tentunya bilang dia meninggal karena mengebut. Demikian juga dengan keadaan kita yang mati dalam dosa karena keberdosaan kita sendiri, bukan karena Tuhan tidak menyelamatkan kita.
Point penting yang kita perlu ingat: we are saved by God’s grace but we are condemned because of our own sinfulness. Terkadang kita begitu ingin memasukkan kebenaran Firman dalam bentuk cause and effect di dalam logika kita, sehingga jadinya sulit bagi kita untuk melihat bahwa kedaulatan Tuhan dapat berjalan parallel dengan kebebasan manusia.
Dalam kasus lain, sering orang ‘membela’ Yudas yang dikatakan ikut serta dalam menggenapi rencana keselamatan Allah kepada manusia, sehingga ia tidak layak menerima hukuman. Tetapi harus ditekankan bahwa Yudas binasa karena ketidakpercayaan dia sendiri. Kita bisa melihat bahwa Yudas itu salah satu orang yang mendapat begitu banyak berkat di sepanjang sejarah manusia. Ia sempat menjadi murid Tuhan Yesus secara pribadi selama 3.5 tahun dan mengikuti, menyaksikan dan mendengarkan semua yang diperbuat dan dikhotbahkan dan dihidupi oleh Tuhan Yesus. Dan ia juga memiliki teman-teman sepelayanan seperti Yohanes, Petrus dan Yakobus dan murid-murid lainnya. Tetapi ia mengeraskan hatinya dan karena itu akhirnya ia mati di dalam dosanya.
Q. 10. Will God suffer such disobedience and rebellion to go unpunished?
A. By no means; but is terribly displeased with our original as well as actual sins; and will punish them in his just judgment temporally and eternally as he has declared, "Cursed is every one that continueth not in all things, which are written in the book of the law, to do them."
Hukum atau Law memberikan kita suatu patokan, jika kita melanggar maka kita akan dihukum.
Orang-orang sekarang agak takut akan yang namanya Law atau hukum, terutama mungkin di Eropa karena hukum dikaitkan dengan otoritarian yang sering dikaitkan dengan tipe pemerintahan otoritarian yang negativ seperti waktu Hitler. Sehingga lebih ada tendensi untuk memegang konsep kebebasan manusia daripada hukum yang seakan-akan mengekang.
Tiga fungsi hukum (sering diasosiasikan dengan penjara) yaitu:
- Mengurung penjahat agar tidak berbuat kejahatan selanjutnya
- Menghukum penjahat untuk kejahatan yang telah diperbuat
- Rehabilitasi penjahat untuk menjadi lebih baik
Kalau kita mengerti betapa seriusnya dosa dan bagaimana seharusnya kita dihukum dengan demikian berat (upah dosa adalah maut), maka kita tidak akan melihat anugerah Tuhan sebagai cheap grace (seperti yang diperingatkan Dietrich Boenhoffer).
Q. 11. Is not God then also merciful?
A. God is indeed merciful, but also just; therefore his justice requires, that sin which is committed against the most high majesty of God, be also punished with extreme, that is, with everlasting punishment of body and soul.
Kita mengenal Tuhan yang tidak berubah, itu betul, tetapi kita tidak bisa mengesampingkan hubungan yang dinamis juga antara Tuhan dan manusia. Pada saat tertentu Tuhan berkenan kepada umatNya, yaitu ketika mereka melakukan kehendakNya. Pada saat umatNya melawan, amarah Tuhan juga nyata akan umatNya. Ada dinamika dalam hubungan ini.
Demikian dengan kehadiran Tuhan juga. Tuhan maha hadir (omnipresent) tetapi kehadiran Tuhan tidak selalu sama. Tuhan hadir dalam kemurkaanNya ketika orang Israel menyembah lembu emas, tetapi Tuhan hadir juga dalam kesucianNya di kemah Perjanjian. Kehadiran Tuhan di dalam gereja dan di tengah-tengah alam ciptaanNya juga tidaklah sama. Dengan demikian janganlah orang berkata bahwa dia tidak perlu ke gereja karena dia juga dapat menikmati keberadaan Allah ditengah-tengah keindahan alam yang dia alami di gunung pada hari Minggu.
Tuhan penuh dengan belas kasihan, dan sebagai orang Kristen yang telah menerima belas kasihan Tuhan, kita harus menjadi reflektor (seperti bulan yang adalah reflektor sinar matahari) akan belas kasihan Tuhan kepada orang lain. Orang Kristen yang bertumbuh akan belajar menanggung orang lain. Sewaktu kita masih bayi dalam iman, orang lain yang menanggung kelemahan kita. Setelah kita dewasa, kita belajar menanggung kelemahan orang lain. Paulus sendiri memberikan contohnya dalam hal ini. Ia begitu sabar terhadap jemaat di Korintus yang begitu bermasalah. Lain halnya dengan orang Farisi. Orang Farisi sendiri sebenarnya belumlah menerima belas kasihan daripada Tuhan, karena mereka merasa dengan sendirinya mampu memenuhi Taurat. Mereka tidak pernah melihat kelemahan atau kegagalan sendiri sehingga tidak merasa perlu menerima belas kasihan dari Tuhan. Dengan demikian, mereka tidak mungkin bisa menunjukkan belas kasihan kepada orang lain.
Dalam mencari gereja, baiklah kita pergi ke gereja di mana doktrin yang benar diajarkan. Kalau doktrin di gereja sudah salah, baiknya kita pindah saja. Tetapi jikalau kemudian kita mendapatkan gereja dengan doktrin yang benar, tetapi pemimpin gereja mempunyai kelemahan tertentu, hendaklah kita sebagai jemaat dan pendengar belajar rendah hati dan masih mau belajar dari kebenaran Tuhan. Tuhan Yesus sendiri mengatakan dalam Matius 23 agar murid-muridnya mendengarkan dan melakukan apa yang diajarkan oleh orang-orang Farisi tetapi jangan melakukan seperti apa yang dilakukan orang Farisi. Kebenaran Firman Tuhan adalah tetap dan menjadi patokan bagi kita semua.
Dari pembawa Firman sendiri harus ada tuntutan diri yang lebih, sehingga action/tindakan kita harus semakin mendekati perkataan kita. Pembawa Firman yang demikian akan semakin dipakai Tuhan dalam pelayanannya dan semakin diberikan kuasa dari Tuhan.